0 Comments
Akhirnya selesai juga baca buku setebal 500 halaman ini. Walaupun penulis buku ini, seorang doktor Teologi mantan gembala jemaat, menyatakan bahwa dirinya bukan seorang Ateis, namun bagi saya jelas bahwa buku ini mempromosikan Ateisme. Malah dapat saya katakan, kalau Anda ingin mengetahui tentang landasan-landasan keyakinan orang Ateis, Anda dapat membeli buku yang hanya bisa dipesan dari penulisnya langsung ini.
Dalam 14 babnya, buku ini membahas banyak hal, mulai dari bagaimana, dalam pandangan orang Ateis, alam semesta dan makhluk hidup bisa ada tanpa adanya Pencipta, kenapa ruh tidak ada, kenapa hantu dan pengalaman-pengalaman supranatural hanyalah ilusi, hingga bagaimana manusia bisa bermoral tanpa memerlukan agama. Di akhir buku ini, sang Penulis mengajak para pembaca untuk beragama secara "modern" dan "dewasa", dimana dalam beragama para pembaca harus meninggalkan pemahaman literal terhadap beberapa hal dalam kitab sucinya, yang dalam pandangan Penulis, tak lain hanyalah mitos dan terbukti bertentangan dengan sains, seperti kisah turunnya Adam dan Hawa dari surga, kisah banjir nabi Nuh, hingga keberadaan makhluk bernama setan. Terus terang saya mengetahui beberapa hal baru melalui buku ini. Namun saya juga harus mengatakan, bahwa menurut saya sang Penulis terlalu naif karena percaya bahwa sains sudah menemukan jawaban untuk beberapa pertanyaan besar, seperti apa yang ada sebelum Dentuman Besar, darimana makhluk hidup pertama berasal, dsb. Sebagai contoh, di ranah Fisika Kuantum, banyak penentangan terhadap hipotesa Kehampaan Vakum yang dikutip di buku ini dan menurut pencetusnya, Lawrence M. Krauss, memungkinkan alam semesta hadir dari ketiadaan tanpa adanya Pencipta. Malah, mayoritas hasil ulasan di berbagai jurnal sains terhadap buku Krauss yang membahas hal ini, "Why There Is Something Rather Than Nothing?", adalah negatif. Saya juga bukan orang yang mudah percaya bahwa teori Evolusi bisa menjelaskan keanekaragaman dan kerumitan berbagai spesies makhluk hidup yang ada saat ini, karena ada fenomena-fenomena yang tidak bisa dijelaskan teori ini dan bisa mengancam validitas teori ini. Beberapa hal ini dibahas dalam buku "Darwin's Black Box" karya Michael Behe, seorang ahli biokimia. Meski demikian, saya juga bukan orang yang puas terhadap hipotesa Kreasionisme yang ada saat ini, karena hipotesa ini belum dielaborasi sedemikian rupa dan cukup sehingga mampu menjelaskan keanekaragaman spesies yang ada saat ini. Bagi saya, buku ini akan jauh lebih menarik bila sang Penulis menjelaskan secara obyektif tentang kendala-kendala apa yang masih kita temui dalam sains saat ini ketika kita hendak membahas beberapa topik, seperti awal mula alam semesta, asal-usul kehidupan di Bumi, dan lain-lain. Entah hal ini memang akan selalu demikian adanya ataukah karena sains modern sesungguhnya masih berusia amat muda, yang saya pahami melalui pembelajaran saya selama ini melalui banyak membaca berbagai buku adalah, ketika kita hendak membahas topik-topik di atas, maka sains kita saat ini belumlah konklusif dan masih memuat banyak perbedaan pendapat diantara para ahli sendiri. Mungkin, ketika kita menginginkan jawaban yang pasti, sebagaimana pernah dibahas di tulisan saya yang lain, mempelajari dan mengkaji bukti-bukti yang ditawarkan sains saja tidak cukup. Tulisan ini melanjutkan tulisan saya sebelumnya tentang beberapa pertanyaan di bidang Astrofisika yang diajukan seorang teman kepada saya beberapa waktu yang lalu. Ia bertanya, "Apa itu Energi Gelap (Dark Energy)?"
Secara singkat, Energi Gelap adalah energi yang mendorong alam semesta kita untuk mengembang ke segala arah. Besarnya energi ini, yang saat ini belum diketahui, akan menentukan bagaimana alam semesta kita akan berakhir. Untuk memahami tentang Energi Gelap ini lebih baik, berikut adalah penjelasan saya: Di abad 20, kita mengetahui bahwa alam semesta kita bermula sebagai suatu titik yang sangat kecil namun mengandung energi tidak stabil yang besarnya tak terbayangkan dan kemudian meledak ke segala arah berkat penemuan Edwin Hubble, yang namanya kini diabadikan menjadikan nama teleskop. Hubble meneliti spektrum cahaya yang dipancarkan berbagai galaksi (redshift) dan menemukan bahwa galaksi-galaksi ternyata saling bergerak menjauh dari satu sama lain. Bila saat ini galaksi-galaksi saling bergerak menjauh, Hubble menyimpulkan, dulunya galaksi-galaksi ini dan semua materi yang ada di alam semesta pastilah berasal dari suatu titik. Di titik tersebut, seluruh materi dan energi yang ada di alam semesta pasti dimampatkan menjadi suatu titik yang sangat kecil, sehingga akhirnya meledak dan bisa bergerak ke segala arah seperti sekarang. Peristiwa ledakan inilah yang disebut Dentuman Besar (Big Bang). Setelah penemuan Hubble ini, para ilmuwan yang melakukan penelitian tentang ekspansi alam semesta baru-baru ini menemukan bahwa ternyata alam semesta kita berkembang dengan kecepatan yang justru semakin bertambah setiap waktu (berakselerasi)! Bagi mereka, ini adalah di luar logika, karena seharusnya setelah 13,8 milyar tahun peristiwa Dentuman Besar terjadi, kecepatan ekspansi alam semesta kian menurun seiring waktu. Dari akselerasi ekspansi alam semesta inilah para ilmuwan kemudian berpendapat bahwa pasti ada suatu energi kasat mata yang saat ini belum bisa dideteksi oleh instrumen manusia dan mendorong terjadinya ekspansi ini. Energi inilah yang disebut Energi Gelap. Mengetahui besarnya energi gelap ini akan dapat membantu kita mengetahui, bagaimana alam semesta kita akan berakhir. Sebenarnya, alam semesta kita memiliki kecenderungan untuk berkumpul lagi menjadi satu, karena gaya gravitasi benda-benda langit yang bermassa lebih besar selalu menarik benda-benda langit yang bermassa lebih kecil. Bila besarnya Energi Gelap ini lebih kecil dari total gaya gravitasi yang ada di alam semesta, maka suatu saat ekspansi alam semesta yang saat ini tengah terjadi pasti akan berhenti dan alam semesta akan kembali berkumpul menjadi satu seperti awal mulanya. Inilah yang disebut Rengkuhan Besar (Big Crunch). Sebaliknya, bila besarnya Energi Gelap ini lebih besar dari total gaya gravitasi yang ada di alam semesta, alam semesta pasti akan berakhir dengan tercerai berai kemana-mana. Peristiwa ini disebut sebagai Koyakan Besar (Big Rip). Karena materi yang diperlukan untuk proses pembakaran bahan bakar bintang-bintang akan semakin menjauh, maka dalam skenario Koyakan Besar ini suatu saat bintang-bintang akan mati dan alam semesta akan berakhir dalam kegelapan dan kedinginan. Secara lebih detail, sebenarnya ada beberapa skenario berakhirnya alam semesta, namun seluruhnya berada di bawah dua kategori besar, yaitu Rengkuhan Besar dan Koyakan Besar. Nah, bagian terakhir tulisan ini sebagaimana di bawah dapat dibaca bila Anda Muslim. Walaupun saat ini belum persis diketahui skenario mana yang akan terjadi, namun bila Anda Muslim, maka skenario yang kemungkinan akan terjadi adalah Rengkuhan Besar. Itu karena saya menemukan ayat di bawah ini di Al-Qur'an: “Pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakan.” (Qs. Al-Anbiyaa’: 104). Mungkin ketika proses "menggulung" itu dimulailah, maka posisi benda-benda langit mulai menjadi kacau, seperti terbitnya matahari dari barat sebagaimana dikatakan Rasulullah: "Tidak akan terjadi Kiamat sehingga matahari terbit dari sebelah barat.." Di saat-saat terakhir, kecepatan gulungan itu bisa jadi lebih cepat lagi karena Al-Qur'an juga menyatakan: "Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Qs. An-Nahl: 17) Wallahu a'lam bish shawaab. Sumber foto: Internet Setelah meeting, pulang ke apartemen dengan bawa 4 bahan bacaan baru di bidang properti, antropologi, dan geopolitik. Bagi saya, salah satu pertanyaan yang sulit sekali saya jawab saat ini (dan sejak SMA sebenarnya) adalah: Mau jadi spesialis di bidang apa nantinya saya ini? Karena rasanya seluruh ilmu pengetahuan itu menarik. Semuanya memuaskan dahaga keingintahuan saya tentang bagaimana alam semesta dan seluruh komponen di dalamnya bekerja. Arsitektur (ranah profesi saya) hanya salah satu dari komponen-komponen itu yang secara kebetulan saya pilih jadi jalan penghidupan bagi diri saya. Hal-hal lain diluar arsitektur tidak kalah menariknya. Apa yang Menyebabkan Terjadinya Gravitasi dan Gerakan Planet-planet Mengelilingi Matahari?6/10/2016
Apa kerajaan Hindu pertama di Nusantara? Kalau merujuk pada buku teks sekolah, maka jawabannya adalah kerajaan Kutai di pesisir timur Kalimantan yang peninggalannya kini hanyalah berupa belasan dolmen. Tapi kalau kita merujuk sebuah naskah kuno, yaitu Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, maka jawabannya sama sekali berbeda. Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara sendiri berisikan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara dan dituliskan pada 1698 M oleh sebuah panitia di bawah Pangeran Wangsakerta yang mendapat perintah untuk menghimpun sejarah awal Nusantara dari ayahnya, Panembahan Girilaya, penguasa Kesultanan Cirebon. Panitia ini kemudian bekerja dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, termasuk babad-babad rakyat. Menurut naskah ini, kerajaan tertua di Nusantara adalah Salakanagara yang terletak di pulau Jawa bagian barat. Kerajaan ini didirikan pada tahun yang bila dikonversi ke Masehi adalah 130 M (Kutai sendiri didirikan pada 400-an M) oleh Dewawarman, seorang pangeran pelarian dari India yang menikahi Pwahaci (Pohaci) Larasati, anak dari Aki Tirem, seorang penguasa setempat. Raja ini memerintah dari pusat pemerintahannya di Rajatapura dan dilanjutkan anak-anaknya hingga Dewawarman VIII. Dewawarman VIII sendiri tidak memiliki anak laki-laki. Putrinya menikah dengan Jayasingawarman, seorang pangeran India pelarian juga yang mendirikan kerajaan Tarumanagara di tanah Sunda, Pasca Jayasingawarman, Salakanagara menjadi kerajaan bawahan Tarumanagara. Beberapa arkeolog menolak keberadaan Salakanagara ini, karena informasi yang memuat tentang keberadaan kerajaan ini hanyalah sebuah naskah, bukan prasasti. Sebagai pembanding, kerajaan Kutai memang memiliki prasasti yang mengukuhkan pendiriannya, sementara hingga saat ini belum pernah ditemukan prasasti yang memuat nama Salakanagara (dan mungkin tidak akan pernah ditemukan bila kerajaan ini memang didirikan awal sekali). Meski demikian, banyak pula para arkeolog senior yang meyakini keberadaan Salakanagara, seperti Edi Sedyawati atau Saleh Danasasmita, Bagi para arkeolog yang meyakini Salakanagara, keberadaan kerajaan ini tidak hanya bisa dibuktikan oleh sumber-sumber lokal, namun juga internasional. Ptolomeus, seorang sejarahwan Yunani, mencatat bahwa di pulau Iabadiou (diduga lafal Yunani untuk "Jawadwipa" alias pulau Jawa) ada negeri kaya bernama Argyre. Dalam bahasa Yunani, Argyre berarti "perak" dan selaras dengan Salakanagara dalam bahasa Sansekerta yang juga berarti "negeri perak". Selain itu, catatan-catatan kekaisaran Tiongkok mencatat bahwa pada 132 M datang seorang utusan dari raja Tiao Pien yang bertempat di Ye Tiao. Menurut G. Ferrand, arkeolog asal Perancis, Tiao Pien adalah terjemahan langsung dari nama Dewawarman (Tiao=dewa, Pien=warman) dan Ye Tiao, sebagaimana didukung banyak arkeolog, adalah Jawa. Bila kerajaan ini memang ada, maka dimanakah pusatnya? Terdapat berbagai pendapat di kalangan arkeolog terkait lokasi pusat kerajaan ini. Tapi apapun pendapatnya, semuanya setuju bahwa pusat kerajaan ini berada di kabupaten Pandeglang. Secara toponim (asal-usul nama tempat), Pandeglang sendiri sangat cocok bila diduga menjadi pusat Salakanagara. "Pandeglang" berarti "pandai gelang" dan dulunya merupakan tempat para pandai besi. Bila Salakanagara merupakan tempat yang kaya akan perak, maka pasti di dalamnya terdapat banyak para pandai besi. Secara sejarah, Pandeglang juga adalah tempat istimewa karena disini ditemukan banyak sekali peninggalan dari masa prasejarah dan masa Hindu. Sulit sekali menemukan tempat di Jawa Barat dimana peninggalan dari masa prasejarah dan Hindu sama melimpahnya. Bila Salakanagara merupakan kerajaan Hindu pertama yang didirkan di tengah-tengah masyarakat yang sebelumnya memeluk agama lokal, maka Pandeglang juga merupakan tempat yang pas. Di mana sajakah di Pandeglang yang menjadi dugaan pusat kerajaan Salakanagara? Yang saya ketahui hingga saat ini: Teluk Lada, puncak gunung Pulosari, situs Mandalawangi, dan Merak (dugaan Prof. Edi Sedyawati karena "Merak" dalam bahasa Sunda berarti "mengolah perak"). Saya sendiri masih mempelajari lebih lanjut bukti-bukti pendukung yang ada untuk dapat mengetahui yang manakah yang dapat menjadi kandidat kuat pusat kerajaan ini. Sumber foto: hendrajailani.blogspot.co.id Mungkin teman-teman masih ingat peta persebaran tempat-tempat ibadah tertua di Jakarta yang pernah saya buat dan bagikan disini 2 tahun lalu berdasarkan riset pribadi yang saya lakukan.
Bila tempat-tempat ibadah tersebut diurutkan berdasarkan tahun pembangunannya, maka daftarnya adalah sebagai berikut: 1525 M - Masjid Al-Alam I 1527 M - Masjid Al-Alam II 1620 M - Masjid As-Salafiyah 1650 M - Klenteng Da Bo Gong 1676 M - Gereja Tugu 1717 M - Masjid Al-Mansyur 1747 M - Masjid Hidayatullah 1751 M - Klenteng Toa Se Bio 1757 M - Klenteng Chen Si Zu Miao 1760 M - Masjid An-Nawir 1761 M - Klenteng Wan Jie Si 1761 M - Masjid Angke 1786 M - Masjid Jami Kebon Jeruk 1789 M - Klenteng Di Cang Yuan 1794 M - Klenteng Lu Ban Gong 1796 M - Masjid Luar Batang 1835 M - Gereja Immanuel 1901 M - Gereja Katedral 1913 M - Gereja Ayam |
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|