Jalan-jalan ke daerah juga adalah waktu yang bagus buat nyari buku-buku terbitan penerbit lokal yang gak bisa ditemuin di ibukota.
0 Comments
Hingga kini sudah ada ratusan ribu judul buku dan artikel tentang berbagai hal yang saya baca. Dari semua itu, hanya beberapa yang benar-benar memiliki pengaruh mendalam pada saya.
Walaupun buku ini baru saya baca, tapi kelihatannya ini akan jadi buku berpengaruh berikutnya. Anda tahu bahwa kualitas sebuah buku sangat tinggi sejak Anda membaca beberapa halaman pertama. Gandhi: "Kita sering berpikir bahwa musuh kemanusiaan terbesar adalah benci. Musuh kita terbesar bukanlah rasa benci, tapi rasa takut". Best seller Penerbit: Vermillion, UK Harga: 9 Poundsterling (tidak termasuk ongkir) Bisa pesan dari toko buku online manapun (Amazon, Book Depository, dll). Masuk BBW 7.30, selesai belanja 16.00. Jumlah hasil buruan: 25 buku dari genre arsitektur, sejarah, agama, transportasi, travelog.
Sementara bagi teman-teman yang ingin mempelajari tentang Austronesia, yaitu rumpun bahasa yang menaungi bahasa Indonesia, Tagalog, Madagaskar, Hawaii dan bahasa-bahasa lain yang masih berkerabat dengan bahasa Indonesia, saya sangat merekomendasikan buku ini.
Keistimewaan buku ini dibanding buku-buku sejenis tentang Austronesia adalah selain memberikan gambaran lengkap tentang karakteristik khas rumpun bahasa Austronesia secara umum, buku ini juga membahas puluhan bahasa Austronesia yang dipilih penulisnya satu per satu, mulai dari yang masih ada, seperti bahasa Jawa, hingga yang sudah punah, seperti bahasa Melayu Kuno. Jujur, sangat sulit mencari buku yang membahas tentang tata bahasa Melayu Kuno. Selain itu, buku ini juga membahas tentang isu-isu aktual dalam diskursus tentang Austronesia, mulai dari asal-usul orang Austronesia hingga penyebab punahnya beberapa bahasa Austronesia. Tebal : 841 halaman Harga: US$ 45,95 (Rp. 600 ribu; US$ 1 = Rp.13.000), tidak termasuk biaya kirim dari luar negeri. Bisa dibeli di toko-toko buku online (Amazon dsb). Buat teman-teman pecinta bahasa yang ingin mengetahui tentang bahasa dan budaya Proto Indo-Arya alias Proto Indo-Eropa (nenek moyang orang India, Persia dan sebagian besar Eropa 4.000 tahun yang lalu), buku ini sangat saya rekomendasikan.
Kelebihan buku ini dibandingkan buku sejenis lainnya tentang bahasa/budaya Proto Indo-Eropa adalah buku ini tidak njelimet dengan terlalu banyak istilah-istilah linguistik, karena buku ini memang bersifat pengantar, sehingga cocok dibaca oleh orang awam. Selain itu, buku ini mencoba memberikan gambaran tentang berbagai aspek kebudayaan Proto Indo-Eropa, mulai dari sistem kepercayaannya, organisasi sosialnya, dll melalui penelaahan terhadap kosakata asli Proto Indo-Eropa yang masih bisa ditemui di bahasa-bahasa anakannya saat ini. Tebal : 720 halaman Harga: US$ 65 (Rp. 845 ribu, US$ 1 = Rp. 13.000), tidak termasuk ongkos kirim. Bisa dipesan di toko-toko buku online. Sementara bagi teman-teman yang ingin mempelajari tentang Austronesia, yaitu rumpun bahasa yang menaungi bahasa Indonesia, Tagalog, Madagaskar, Hawaii dan bahasa-bahasa lain yang masih berkerabat dengan bahasa Indonesia, saya sangat merekomendasikan buku ini.
Keistimewaan buku ini dibanding buku-buku sejenis tentang Austronesia adalah selain memberikan gambaran lengkap tentang karakteristik khas rumpun bahasa Austronesia secara umum, buku ini juga membahas puluhan bahasa Austronesia yang dipilih penulisnya satu per satu, mulai dari yang masih ada, seperti bahasa Jawa, hingga yang sudah punah, seperti bahasa Melayu Kuno. Jujur, sangat sulit mencari buku yang membahas tentang tata bahasa Melayu Kuno. Selain itu, buku ini juga membahas tentang isu-isu aktual dalam diskursus tentang Austronesia, mulai dari asal-usul orang Austronesia hingga penyebab punahnya beberapa bahasa Austronesia. Tebal : 841 halaman Harga: US$ 45,95 (Rp. 600 ribu; US$ 1 = Rp.13.000), tidak termasuk biaya kirim dari luar negeri. Bisa dibeli di toko-toko buku online (Amazon dsb).
Kalau diingat-ingat, dulu saya beralih dari toko buku lokal ke toko buku import karena sulit menemukan topik-topik bacaan kesukaan saya di toko buku lokal. Sebagai contoh, nyaris tidak pernah ada buku-buku terkini soal Geopolitik atau Fisika Kuantum di toko buku lokal.
Dan sekarang, seiring makin spesiknya tema-tema bacaan saya, saya merasa toko buku import mulai membosankan. Sebagai contoh, saya tidak bisa menemukan buku yang membahas soal 'quantum entanglement' (Fisika Kuantum), 'proxy war' (Geopolitik), ataupun agama-agama prasejarah (Antropologi). Kelihatannya sudah waktunya mengucapkan 'sayonara' pada toko buku import dan memenuhi kebutuhan baca saya dengan mengimport buku-buku secara langsung. Menurut saya, banyak dari kita yang sebenarnya tahu, mana jalan yang akan membuat kita jadi lebih baik dan bahagia dalam hidup. Hanya saja, seringkali diri kita sendirilah yang jadi batu sandungannya, misalnya dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan buruk kita yang sulit dirubah. Semoga dari buku ini, saya pun bisa belajar, bagaimana saya bisa merubah kebiasaan saya yang saya nilai buruk. Saya belum selesai baca buku ini, tapi sudah mulai mengetahui bahwa ketika kita melakukan sesuatu begitu sering, terutama karena ada motivasi berupa sesuatu yang kita anggap menyenangkan di akhir tindakan itu, struktur syaraf di bagian otak kita, bernama "basal ganglia" akan berubah untuk menyesuaikan, sehingga kita akan lebih mudah lagi melakukan hal tersebut di masa mendatang. Kalau hal tersebut adalah sesuatu yang berakibat baik, seperti rajin berolahraga, maka kita beruntung. Tapi kalau hal itu adalah sesuatu yang merugikan, sepert merokok, maka kita akan merugi. Mungkin ini ya yang dimaksud tokoh-tokoh spiritual seperti nabi Muhammad SAW ataupun Buddha bahwa perang terbesar adalah perang menaklukkan diri sendiri, yaitu kebiasaan-kebiasaan buruk kita sendiri?
Akhirnya selesai juga baca buku setebal 500 halaman ini. Walaupun penulis buku ini, seorang doktor Teologi mantan gembala jemaat, menyatakan bahwa dirinya bukan seorang Ateis, namun bagi saya jelas bahwa buku ini mempromosikan Ateisme. Malah dapat saya katakan, kalau Anda ingin mengetahui tentang landasan-landasan keyakinan orang Ateis, Anda dapat membeli buku yang hanya bisa dipesan dari penulisnya langsung ini.
Dalam 14 babnya, buku ini membahas banyak hal, mulai dari bagaimana, dalam pandangan orang Ateis, alam semesta dan makhluk hidup bisa ada tanpa adanya Pencipta, kenapa ruh tidak ada, kenapa hantu dan pengalaman-pengalaman supranatural hanyalah ilusi, hingga bagaimana manusia bisa bermoral tanpa memerlukan agama. Di akhir buku ini, sang Penulis mengajak para pembaca untuk beragama secara "modern" dan "dewasa", dimana dalam beragama para pembaca harus meninggalkan pemahaman literal terhadap beberapa hal dalam kitab sucinya, yang dalam pandangan Penulis, tak lain hanyalah mitos dan terbukti bertentangan dengan sains, seperti kisah turunnya Adam dan Hawa dari surga, kisah banjir nabi Nuh, hingga keberadaan makhluk bernama setan. Terus terang saya mengetahui beberapa hal baru melalui buku ini. Namun saya juga harus mengatakan, bahwa menurut saya sang Penulis terlalu naif karena percaya bahwa sains sudah menemukan jawaban untuk beberapa pertanyaan besar, seperti apa yang ada sebelum Dentuman Besar, darimana makhluk hidup pertama berasal, dsb. Sebagai contoh, di ranah Fisika Kuantum, banyak penentangan terhadap hipotesa Kehampaan Vakum yang dikutip di buku ini dan menurut pencetusnya, Lawrence M. Krauss, memungkinkan alam semesta hadir dari ketiadaan tanpa adanya Pencipta. Malah, mayoritas hasil ulasan di berbagai jurnal sains terhadap buku Krauss yang membahas hal ini, "Why There Is Something Rather Than Nothing?", adalah negatif. Saya juga bukan orang yang mudah percaya bahwa teori Evolusi bisa menjelaskan keanekaragaman dan kerumitan berbagai spesies makhluk hidup yang ada saat ini, karena ada fenomena-fenomena yang tidak bisa dijelaskan teori ini dan bisa mengancam validitas teori ini. Beberapa hal ini dibahas dalam buku "Darwin's Black Box" karya Michael Behe, seorang ahli biokimia. Meski demikian, saya juga bukan orang yang puas terhadap hipotesa Kreasionisme yang ada saat ini, karena hipotesa ini belum dielaborasi sedemikian rupa dan cukup sehingga mampu menjelaskan keanekaragaman spesies yang ada saat ini. Bagi saya, buku ini akan jauh lebih menarik bila sang Penulis menjelaskan secara obyektif tentang kendala-kendala apa yang masih kita temui dalam sains saat ini ketika kita hendak membahas beberapa topik, seperti awal mula alam semesta, asal-usul kehidupan di Bumi, dan lain-lain. Entah hal ini memang akan selalu demikian adanya ataukah karena sains modern sesungguhnya masih berusia amat muda, yang saya pahami melalui pembelajaran saya selama ini melalui banyak membaca berbagai buku adalah, ketika kita hendak membahas topik-topik di atas, maka sains kita saat ini belumlah konklusif dan masih memuat banyak perbedaan pendapat diantara para ahli sendiri. Mungkin, ketika kita menginginkan jawaban yang pasti, sebagaimana pernah dibahas di tulisan saya yang lain, mempelajari dan mengkaji bukti-bukti yang ditawarkan sains saja tidak cukup. Setelah meeting, pulang ke apartemen dengan bawa 4 bahan bacaan baru di bidang properti, antropologi, dan geopolitik. Bagi saya, salah satu pertanyaan yang sulit sekali saya jawab saat ini (dan sejak SMA sebenarnya) adalah: Mau jadi spesialis di bidang apa nantinya saya ini? Karena rasanya seluruh ilmu pengetahuan itu menarik. Semuanya memuaskan dahaga keingintahuan saya tentang bagaimana alam semesta dan seluruh komponen di dalamnya bekerja. Arsitektur (ranah profesi saya) hanya salah satu dari komponen-komponen itu yang secara kebetulan saya pilih jadi jalan penghidupan bagi diri saya. Hal-hal lain diluar arsitektur tidak kalah menariknya. Di antara budaya asing, yang paling saya sukai adalah Jepang. Entah kenapa. Oleh karena itu, setiap kali ada terbitan buku baru tentang Jepang, biasanya saya beli, terutama kalau berkaitan topik-topik yang saya minati.
Di toko buku Periplus, Gramedia, dan Paperclip, dalam beberapa bulan ini beredar buku tentang Jepang yang rasanya harus dimiliki para penggemar budaya Jepang. 1. "Unbelievable Japan" oleh Weedy Koshino, bercerita tentang kehidupan Jepang dari sudut pandang seorang ibu rumah tangga 2 anak yang bersuamikan orang Jepang. Hal baru yang saya pelajari di buku ini dan tidak banyak saya dapati di buku-buku yang saya baca sebelumnya adalah soal bullying dan kehidupan anti sosial sebagian remaja Jepang. Harga: +/- Rp.60.000 2. "Wow Japan" oleh Prastuti. Bercerita tentang kehidupan masyarakat Jepang pula, namun dari kacamata seorang peneliti dan pengajar bahasa Indonesia di Jepang. Buku ini banyak membahas soal spiritualisme orang Jepang, sebuah topik yang biasanya jarang disentuh di banyak buku karena orang Jepang dianggap sekuler. Harga: Rp.60.000 3. "New Japan Achitecture" oleh Geeta Mehta. Buku ini membahas arsitektur terkini di berbagai tempat di Jepang yang dibagi dalam beberapa kategori, diantaranya Hunian, Pendidikan, Perkantoran dan Komersial. Di buku ini, kita bisa mempelajari kelihaian para arsitek Jepang dalam menyiasati ruang-ruang sempit dan memasukkan unsur keheningan Zen yang menjadi salah satu ciri khas Jepang ke dalam berbagai bangunan. Harga: Rp.450.000 Para fotografer Indonesia yang sering menerbitkan karya-karyanya dalam bentuk buku dapat dengan mudah kita temui. Tapi fotografer Indonesia yang bersedia bercerita tentang lika-liku profesinya sebagai fotografer? Wah ini jarang sekali. Sama jarangnya dengan para arsitek Indonesia yang bersedia bercerita tentang lika-liku profesi arsitek.
Diantara para fotografer Indonesia yang bersedia berbagi kisah hidupnya, kini ada Darwis Triadi dan Jerry Aurum yang buku otobiografinya sedang diterbitkan di toko buku lokal. Diantara kedua buku itu, saya memilih buku Jerry Aurum. Di bukunya ini, teman-teman dapat mengetahui rekam jejaknya selama ini, mulai dari pengalaman pertamanya menggunakan kamera analog hingga suka dukanya berprofesi sebagai fotografer. Yang menarik bagi saya adalah, semua disampaikan oleh Jerry Aurum sendiri dengan bahasa tanpa kesungkanan. Diantara halaman-halaman buku ini, teman-teman juga dapat menikmati karya-karya Jerry dengan berbagai tema. Harga: Rp.135.000 Bahagia adalah ketika pulang ke rumah setelah tidak pulang dua minggu dan melihat semua pesanan buku filsafat, sejarah, arkeologi, linguistik dan antropologi dari berbagai penerbit sudah sampai rumah.
|
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|