0 Comments
Terkait tulisan saya sebelumnya tentang sistem orientasi, menarik juga untuk diketahui bahwa tidak semua bahasa dunia punya kata untuk "kanan", "kiri", "depan" dan "belakang".
Guugu Yimithirr, salah satu bahasa orang Aborigin Australia, adalah salah satu contohnya. Para penutur bahasa ini menjelaskan posisi suatu benda dengan menempatkan benda tersebut dalam arah mata angin terhadap benda lainnya. Contoh: - "Buku merah itu ada di utara kamu", alih-alih "buku merah itu ada di depan kamu". - "Rumah saya ada di selatan", alih-alih "rumah saya ada di belakang". Entah kenapa, sudah sejak agak lama saya mencurigai bahwa nenek moyang kita sebenarnya tidak mengenal sistem orientasi absolut sebagaimana yang sekarang kita kenal dengan "utara", "selatan", "timur", dan "barat". Kecurigaan ini terbukti ketika saya mulai menggali tentang sistem orientasi pada peradaban Austronesia (sebutan dalam ilmu linguistik untuk nenek moyang orang Indonesia bagian barat dan tengah, Madagaskar, kepulauan Pasifik, Filipina dan penduduk asli Taiwan) dan Indo-Eropa (sebutan dalam ilmu linguistik untuk nenek moyang sebagian besar orang Eropa modern, juga India dan Iran). Ternyata, sistem orientasi absolut (empat mata angin) yang kini kita kenal adalah hasil penyerapan dari kebudayaan India ketika Hindu pertama kali masuk ke Nusantara, lalu diperkuat oleh kebudayaan Arab dan Belanda (pada masa penjajahan). Aslinya, sistem orientasi nenek moyang kita sebelum bersentuhan dengan kebudayaan India tidak seperti ini. Alih-alih absolut, nenek moyang kita menggunakan sistem orientasi relatif relatif. Sistem ini sangat menunjukkan ciri nenek moyang kita yang merupakan bangsa pengarung lautan. Nenek moyang kita menamai berbagai arah berdasarkan letak dataran tempat mereka bermukim, letak lautan lepas, dan arah bertiupnya angin Muson Timur dan Barat. Di bawah ini adalah nama-nama arah asli pada kebudayaan nenek moyang Austronesia:
- Daya = arah daratan tempat bermukim berada - Lahut = arah lautan lepas berada - Sabarat = arah datangnya angin Muson Barat - Timur = arah datangnya angin Muson Timur - Qamis = arah datangnya angin utara Contoh penggunaan nama-nama arah di atas: Dimanapun nenek moyang kita berada di lautan, arah menuju dataran tempat mereka bermukim selalu mereka sebut dengan "daya". Sementara bila mereka ada di darat, seluruh arah yang menuju lautan lepas akan disebut "lahut". Begitu juga bila mereka ada di darat ataupun laut, arah datangnya angin Muson Barat (di Indonesia bertiup pada bulan Oktober-April) akan mereka sebut dengan "sabarat", sementara arah datangnya angin Muson Timur (di Indonesia bertiup pada bulan April-Oktober) akan mereka sebut "timur". Nama-nama arah tersebut tentu saja bisa dikombinasikan. Misalnya bila mereka berada di laut, arah datangnya angin Muson Timur yang akan membawa mereka ke arah daratan tempat mereka bermukim akan disebut "timur daya". Begitu juga bila mereka ada di darat, arah datangnya angin Muson Barat yang akan membawa mereka menuju laut akan mereka sebut "sabarat lahut". Angin Muson menjadi satu kesatuan dalam sistem orientasi nenek moyang kita, karena di kawasan katulistiwa angin inilah yang menjadi penggerak kapal mereka di lautan. Nama-nama arah ini mulai menjadi absolut ketika anak keturunan peradaban Austronesia mulai bersentuhan dengan kebudayaan India dan Barat. Kebudayaan India memang mengenal sistem orientasi absolut yang merupakan bawaan dari peradaban Indo-Eropa yang menjadi nenek moyangnya. Di Sumatera yang menjadi tempat mayoritas penutur awal bahasa Melayu (yang menjadi asal-usul bahasa Indonesia) berasal, "barat laut" dan "timur laut" akhirnya menunjukkan arah yang seperti saat ini, sementara "barat daya" menunjukkan arah pulang ke pulau Sumatera bila Anda berada di Selat Malaka. Di daerah penutur bahasa Kavalan, Amis, dan Tagalog (Filipina), kata "timur" justru berarti selatan, dikarenakan letak geografis mereka terhadap arah datangnya angin Muson Timur. Sementara di daerah penutur bahasa Ilocano (Filipina), kata "daya" dan "lahut" menunjukkan "timur" dan "barat" secara berurutan karena posisi mereka terhadap lautan. Nama-nama arah mulai menjadi absolut di Filipina sejak Filipina berada di bawah kolonialisasi Spanyol dan setiap daerah di sana memiliki pemahaman berbeda terhadap makna kata "timur", "sabarat", "daya" dan "lahut" sebelum Tagalog akhirnya menjadi bahasa nasional. Di Bali, kasusnya agak unik. Karena pusat Bali modern berada di selatan, kata "kaja" dan "kelod" dalam bahasa Bali bagi mayoritas orang Bali menunjuk pada utara dan selatan secara berurutan. Tapi aslinya, kata "kaja" berarti "gunung" dan "kelod" berarti "ke laut". Oleh karena itu bila Anda ke Singaraja di utara Bali, disana "kaja" berarti "selatan" dan "kelod" berarti "utara". Karena bila Anda disana, Gunung Agung memang berada di selatan. Lantas bagaimana asal-usul sistem orientasi peradaban Indo-Eropa yang absolut? Sebenarnya pada awalnya, sistem orientasi orang Indo-Eropa bersifat relatif, dilihat dari letak geografis mereka bermukim. Ini bisa kita lihat dari asal-usul nama-nama arah mata angin dalam bahasa mereka. Kata "east" (bhs. Inggris) atau "ost" (bhs. Jerman dan Perancis) berasal dari kata "austos" dalam bahasa nenek moyang Indo-Eropa (Proto Indo-Eropa) yang berarti "bersinar". Maksudnya, tempat bersinar matahari. Kata "west" (bhs. Inggris dan Jerman) atau "ouest" (bhs. Perancis) berasal dari kata "uestos" dalam bahasa Proto Indo-Eropa yang berarti "malam". Maksudnya, arah ketika hari menjadi malam. Sementara itu kata "north" (bhs. Inggris) atau "nord" (bhs. Jerman dan Perancis) berasal dari kata "nortos" yang berarti "tenggelam'. Dan kata "south" (bhs. Inggris) atau "süd" (bhs. Jerman) ataupun "sud" (bhs.Perancis) berasal dari kata "suntos" yang berarti "wilayah matahari ("sun"). Maksudnya, tempat dimana matahari selalu bersinar (daerah Mediterrania). Seandainya saja orang Indo-Eropa bermukim di bagian selatan Bumi, tentulah kata "north", "south", "east" dan "west" di atas akan menunjuk pada penjuru Bumi yang berbeda. Silakan mengacu ke: - Blust, Robert; Australian National University. Pacific Linguistics (2009). The Austronesian languages. Pacific Linguistics, Research School of Pacific and Asian Studies, The Australian National University. ISBN 978-0-85883-602-0. - Indogermanisches etymologisches Wörterbuch - Arismunandar, Agus; "Ibukota Majapahit, Masa Jaya, dan Pencapaian", Penerbit Komunitas Bambu Saya harus katakan, ini luar biasa! Ini adalah sebuah hubungan yang kalau bisa dibina kembali.
Masih ingat tulisan saya tempo hari soal kedatangan orang Makassar ke Australia ratusan tahun silam dan keberadaan 300 kata Makassar dalam bahasa Aborigin Australia? Ternyata akibat hubungan Makassar-Aborigin saat itu, ada juga orang-orang Aborigin yang bisa berbahasa Melayu, mengikuti kapal-kapal dagang Makassar untuk mengunjungi ibukota kerajaan Gowa dan menuliskan catatan kunjungannya. Silakan baca di hasil penelitian Bpk. Nurdin Yatim dari Universitas Hasanuddin Makassar ini: www.linguistik-indonesia.org/images/files/PengaruhBahasaMakassarpadaBahasa-BahasaAmborigin.pdf Siapa orang luar (di luar penduduk asli) yang pertama kali menemukan benua Australia? Kalau kita menilik sejarah yang populer, jawabannya adalah pelaut-pelaut Eropa pada tahun 1600-an, seperti Willem Janszoon (Belanda), William Dampier (Inggris) ataupun James Cook (Inggris).
Tapi kalau kita menilik bukti-bukti sejarah yang dimiliki suku Yolngu, suku aborigin (asli) Australia pesisir utara, dan catatan beberapa pelaut Eropa, kita bisa mengetahui bahwa para pelaut Makassar sudah ramai mendatangi dan mengadakan kontak dengan suku aborigin di pesisir utara Australia ketika para pelaut Eropa mulai menjelajahi pantai-pantai Australia. Dengan demikian, para pelaut Eropa bisa jadi bukanlah para penemu pertama benua Australia dari luar. Bukti kontak antara pelaut Makassar dan suku Yolngu sangatlah melimpah. Salah satunya adalah bahasa. Di bahasa suku Yolngu, terdapat kata "rupiah" ("uang"), "balanda" ("orang kulit putih"), "jama" ("kerja"), "prau" ("perahu") dan sejumlah kata lainnya yang berasal dari bahasa Makassar. Para peneliti sejarah umumnya sepakat bahwa pada tahun 1700-an, kontak antara para pelaut Makassar dan suku Yolngu sudah terjadi. Tapi mengenai kapan kontak ini pertama kali terjadi, para ahli berbeda pendapat. Regina Ganter dari universitas Griffith percaya bahwa kontak ini sudah terjadi pada pertengahan tahun 1600-an berdasarkan bukti-bukti yang bisa ditemukan di kampung halaman orang Makassar, yaitu Sulawesi. Kedatangan para pelaut Makassar ke pesisir utara Australia pada awalnya dan umumnya adalah untuk mencari teripang (hewan laut) yang nantinya akan dijual ke para pelaut Tiongkok. Setelah teripang berhasil diambil dari laut, para pelaut Makassar biasanya akan berdiam dulu beberapa lama di tanah Australia untuk merebus, mengeringkan, dan mengasapi teripang sebelum membawa seluruhnya kembali ke Sulawesi. Proses pengolahan teripang a la Makassar pada saat itu bisa dipelajari melalui catatan Matthew Flinders, seorang Eropa yang berjumpa Pobasso, kepala salah satu armada kapal Makassar di lautan Australia, pada Februari 1803. Selama berdiam di tanah Australia inilah, terjadi kontak erat antara orang Makassar dan suku Yolngu. Dari wilayah laut Yolngu, orang Makassar mendapatkan teripang. Sementara itu dari orang Makassar, orang Yolngu mendapatkan beras, tembakau, kain, pisau, kapak dan barang-barang logam lainnya. Sering datangnya para pelaut Makassar ke pesisir utara Australia membuat para pelaut tersebut memiliki nama untuk benua Australia dan beberapa daerah di Australia utara dalam bahasa Makassar. Benua Australia, sebagai contoh, disebut "marege" yang berarti "negeri asing", sementara kawasan Kimberley saat ini disebut "kayu jawa". Uniknya, banyak orang dari suku Yolngu yang kini juga menyebut beberapa daerah di kawasan mereka berdasarkan nama yang dulu diberikan orang Makassar. Meskipun terdapat beberapa peristiwa konflik dalam hubungan antara pelaut Makassar dan suku Yolngu, tapi John Bradley, seorang antropolog dari universitas Monash, berpendapat bahwa secara garis besar hubungan antara orang Makassar dan Yolngu harmonis dan sukses. Ini karena selain kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan, orang Makassar dan Yolngu sama-sama memandang satu sama lain sebagai pihak yang sejajar; sesuatu yang tidak terjadi ketika bangsa Eropa bertemu orang-orang aborigin dan mulai mendirikan koloni-koloni di Australia. Sebelum orang Makassar tiba, suku Yolngu masih menggunakan peralatan-peralatan dari batu dan belum mengenal teknologi pembuatan kapal yang maju. Setelah bertemu dengan orang Makassar, mereka menerima peralatan-peralatan yang terbuat dari logam dan belajar teknologi pembuatan kapal seperti perahu-perahu Makassar sehingga Yolngu bisa menjadi suku maritim, berbeda dengan suku-suku aborigin lainnya. Sayang hubungan erat antara orang Makassar dan Yolngu akhirnya harus berakhir ketika negara Australia resmi didirikan dan pelaut-pelaut asing dilarang masuk, apalagi mengambil hasil laut dari perairan Australia. Using Daeng Rangka adalah orang Makassar terakhir dalam catatan Australia yang mengoperasikan armada penangkap teripangnya di wilayah laut Arnhem pada 1907. Setelah dia, tidak pernah ada lagi pelaut Makassar yang kembali ke Australia. Meskipun tidak ada lagi kontak antara suku Yolngu dan orang-orang Makassar, namun orang-orang tua suku Yolngu selalu mengenang masa-masa harmonis hubungan dengan orang Makassar dan merindukan datang kembalinya "saudara-saudara pelaut dari utara". Bukti-bukti kontak selama beberapa abad antara orang Makassar dan suku Yolngu pun masih bisa ditemukan saat ini. Selain terdapatnya beberapa kosakata Makassar dalam bahasa suku Yolngu, lukisan-lukisan gua suku Yolngu pun banyak yang menggambarkan perahu-perahu Makassar. Antropolog John Bradley bahkan mengatakan bahwa pada nyanyian-nyanyian, tari-tarian, dan cara penguburan jenazah suku Yolngu pun terdapat sedikit pengaruh Islam yang merupakan agama para pelaut Makassar saat itu dan membuat ritual-ritual suku Yolngu ini sedikit berbeda dari ritual suku-suku aborigin lainnya. Penggalian-penggalian arkeologis pada daerah-daerah tua di pesisir utara Australia hingga saat ini pun masih menghasilkan temuan-temuan berupa sisa-sisa pemukiman sementara, musholla ataupun meriam-meriam kapal milik para pelaut Makassar yang dulu sering datang kesana. Target hafalan 300 kosakata Belanda dari bidang Ekonomi dan Agama malam ini. Hepi, karena dari 23 topik, kosakata dari 21 topik sudah dihapal. Sedikit lagi.
Banyak orang awam yang salah memahami bahwa bahasa isyarat hanya merupakan penerjemahan kata per kata dari bahasa yang terucap melalui gerak tubuh. Padahal bahasa isyarat sama sekali tidak seperti itu. Bahasa isyarat memiliki tata bahasanya sendiri. Sebagai contoh, bahasa isyarat Amerika (American Sign Language) memiliki tata bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahasa Inggris. Selain itu karena bahasa isyarat mengandalkan media visual (gerak tubuh, raut muka, dll), banyak hal dan informasi yang bisa disampaikan secara sekaligus. Sebagai contoh, Anda dapat bercerita tentang cara dan perasaan Anda ketika melakukan suatu pekerjaan secara sekaligus. Ini ibarat menggambar. Melalui sebuah media visual seperti gambar, banyak informasi yang dapat Anda jelaskan secara sekaligus. Hal ini tentu berbeda dengan bahasa terucap (ataupun tertulis), yang didasarkan pada unit-unit bunyi. Anda harus memproses informasi secara linear dengan mendengarkan satu demi satu unit bunyi tersebut. Hasilnya, informasi yang Anda dapatkan juga bersifat linear. Bagi seorang pecinta bahasa, mempelajari bahasa isyarat, setidaknya sedikit saja, akan memperluas wawasan tentang cara-cara berkomunikasi dan kekayaan serta kompleksitas informasi yang sesungguhnya bisa disampaikan melalui alternatif-alternatif cara komunikasi tersebut. Video yang saya cantumkan disini dapat memberi sedikit gambaran tentang tata bahasa American Sign Language yang saya sebut di atas. Video-video lanjutannya dapat ditemukan di Youtube. Banyak sekali kosakata bahasa Filipina yang memiliki kesamaan dengan kosakata Melayu ataupun bahasa-bahasa daerah di Indonesia (contoh: "tatlo", "pito", "walo", "aso" di Tagalog; "telu", "pitu", "wolu", "asu" di Jawa). Kesamaan kosakata ini memenuhi derajat kesamaan kosakata yang dituntut alat leksikostatistik semacam Daftar Swadesh untuk menyimpulkan bahwa bahasa-bahasa daerah di Indonesia Barat dan Tengah dan bahasa-bahasa daerah di Filipina memang berasal dari bahasa nenek moyang yang sama. Dalam ilmu linguistik ada beberapa cara untuk mencari tahu apakah suatu bahasa memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan bahasa lainnya, alias apakah bahasa-bahasa yang dibandingkan tersebut berasal dari bahasa nenek moyang yang sama. Salah satu caranya adalah dengan membandingkan kosakata bahasa-bahasa tersebut.
Ketika membandingkan kosakata di antara dua bahasa atau lebih, kita tidak bisa membandingkan sembarang kosakata. Para ahli bahasa sepakat bahwa kosakata yang dibandingkan haruslah kosakata yang sangat mendasar. Kenapa demikian? Ini dikarenakan banyak kesamaan kosakata pada dua bahasa atau lebih diakibatkan oleh proses pinjam meminjam kosakata diantara bahasa-bahasa tersebut, bukan karena bahasa-bahasa tersebut berasal dari bahasa nenek moyang ('immediate ancestor') yang sama. Proses pinjam meminjam ini umumnya terjadi melalui kontak perdagangan ataupun budaya, dimana bahasa yang tidak memiliki kata untuk ide atau konsep tertentu biasanya akan meminjam dari bahasa yang memiliki kata untuk ide tersebut. Kosakata dasar dianggap sebagai kosakata yang cukup kebal terhadap proses pinjam meminjam tersebut. Dengan membandingkan kosakata dasar diantara dua bahasa atau lebih, kita diharapkan bisa melihat, apakah bahasa-bahasa yang dibandingkan tersebut sebenarnya memiliki hubungan kekerabatan yang dekat atau tidak. Diantara para ahli bahasa yang pertama kali menyusun daftar kosakata dasar yang dapat digunakan adalah Morris Swadesh, seorang ahli bahasa Amerika, pada 1972. Daftar kosakata yang dibuatnya disebut Daftar Swadesh ('Swadesh List') dan terdiri dari 100 kata yang dianggap sangat mendasar untuk setiap bahasa. (Lihat https://en.m.wikipedia.org/wiki/Swadesh_list#/search). Sebenarnya terdapat pula para ahli lain yang menyusun daftar kosakata dasar, seperti Robert Lees (1953), John A. Rea (1958), Dell Hymes (1960), E. Cross (1964), W. J. Samarin (1967), D. Wilson (1969), Lionel Bender (1969), R. L. Oswald (1971), Winfred P. Lehmann (1984), D. Ringe (1992), Sergei Starostin (1984), William S. Y. Wang (1994), M. Lohr (2000) ataupun B. Kessler (2002). Jumlah kosakata yang dianggap "dasar" oleh para ahli tersebut berbeda-beda. Meski demikian, dari semua daftar kosakata dasar itu, milik Swadesh lah yang paling terkenal. Selain untuk menguji hubungan kekerabatan antara beberapa bahasa, belakangan ini saya melihat bahwa daftar kosakata dasar juga dapat digunakan untuk tujuan-tujuan lainnya. Pertama, untuk mengetahui pola kebudayaan nenek moyang dari penutur bahasa-bahasa yang dibandingkan dengan melihat pola kesamaan kosakata diantara bahasa-bahasa yang dibandingkan. Sebagai contoh, pada keluarga bahasa ('language family') Indo-Eropa. Ketika para ahli membandingkan kosakata dasar hampir seluruh bahasa Indo-Eropa, mereka menemukan bahwa kata untuk "ladang", "gandum", "tuai", "bajak", "tumbuk", "ternak", "domba", "susu", "babi", "bebek", "angsa", "rumah", "pintu", "kuda" dan "roda" pada semua bahasa Indo-Eropa hampir memiliki bentuk yang sama, meskipun berbeda-beda sedikit bunyinya. (Lihat https://en.m.wikipedia.org/wiki/Indo-European_vocabulary). Hal di atas menunjukkan bahwa sebelum bahasa nenek moyang Indo-Eropa pecah menjadi bahasa-bahasa turunannya karena proses migrasi para penutur bahasa Indo-Eropa, nenek moyang mereka yang terakhir telah mengenal kehidupan menetap (ditunjukkan dengan adanya kata "rumah" dan "pintu"), pertanian kering ("ladang", "gandum"), merawat hewan ternak dan telah menemukan roda. Kata-kata lainnya yang lantas tidak memiliki kesamaan dapat dianggap sebagai hasil adaptasi dan pengembangan budaya masing-masing, setelah para penutur bahasa tersebut menetap. Kedua, daftar kosakata dasar juga dapat Anda gunakan bila Anda ingin mempelajari satu atau lebih bahasa secara otodidak. Gunakanlah daftar kosakata dasar tersebut untuk menghafal kosakata pertama Anda. Dalam bahasa Inggris, sebagai contoh, ada daftar kosakata "Basic English" yang terdiri dari 850 kata dasar (lebih banyak dari daftar Swadesh) yang disusun oleh Charles Kay Ogden pada 1925. (Lihat https://en.m.wikipedia.org/wiki/Basic_English). Setiap bahasa dunia dengan populasi penutur yang cukup besar kini hampir memiliki daftar kosakata dasar serupa yang disusun oleh institusi resmi yang berwenang untuk bahasa tersebut. Semua daftar ini dapat Anda gunakan untuk mempermudah proses belajar Anda. Setelah membaca artikel berbahasa Sunda ini (https://kumeokmemehdipacok.blogspot.co.id/2016/04/sejarah-undak-usuk-basa-sunda.html?m=1) , berarti benarlah informasi yang saya dapat dari saudara saya, bahwa tingkatan-tingkatan dan kata-kata sedang dan halus dalam bahasa Sunda muncul karena pengaruh bahasa Jawa dan akibat pendudukan kesultanan Mataram atas beberapa daerah di timur tanah Pasundan mulai abad ke-18, seperti Ciamis, Garut, Cianjur, maupun Sukabumi.
Dari daerah-daerah di ataslah bahasa Sunda yang memiliki berbagai tingkatan diperkenalkan. Daerah-daerah di barat tanah Pasundan, seperti Banten, yang tidak pernah diduduki Mataram, menggunakan bahasa Sunda yang hanya memiliki satu tingkatan, yang oleh penutur Sunda di kawasan timur dianggap bahasa kasar. Aslinya, bahasa Sunda pra pendudukan Mataram memang hanya punya satu tingkatan saja seperti bahasa Melayu dan Indonesia. Artikel ini juga menjawab pertanyaan saya setiap kali membaca nukilan-nukilan naskah Sunda Kuno: kenapa pilihan katanya kasar semua? Bahkan ketika seorang bawahan berkata kepada raja. Undak usuk (tingkatan-tingkatan penggunaan) yang kini ada dalam bahasa Sunda pun bukannya tidak menimbulkan masalah bagi generasi muda Sunda. Banyak anak-anak muda Sunda yang tumbuh besar di kota-kota Sunda namun tidak kental kebudayaan Sundanya, seperti Bandung, memilih menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara kepada yang lebih tua daripada bahasa Sunda, karena takut menggunakan pilihan kata Sunda yang salah dan dianggap kurang ajar. Masalah yang sama juga ditemui para orang tuanya. Mereka sudah tidak menguasai undak usuk bahasa Sunda dan lebih memilih mengajarkan bahasa Indonesia ke anaknya. Di antara para ahli bahasa Sunda sendiri, sampai saat ini saya tidak menemukan kesepakatan mengenai ada berapa jumlah tingkatan sebenarnya dalam bahasa Sunda. Artikel lain, sebagai contoh, menyebutkan bahwa dalam Kongres Bahasa Sunda tahun 1986 di Cipayung, Bogor, disebutkan bahwa bahasa Sunda sebetulnya memiliki 6 tingkatan dalam bahasa halus dan 2 dalam bahasa loma (sedang & kasar). Belum lagi tidak adanya buku yang ditetapkan sebagai standar tata bahasa dan pengajaran bahasa Sunda yang akan makin menyulitkan orang-orang non-Sunda yang ingin belajar bahasa Sunda. Beberapa penganut Sunda Wiwitan bahkan menolak penggunaan undak usuk bahasa Sunda, karena menilai hal tersebut sebagai produk kolonialisme budaya lain dan bukan merupakan bagian kebudayaan Sunda asli. Hemat saya, bahasa Sunda memang harus segera distandarisasi dan dibakukan dalam bentuk buku jika kita ingin melestarikan bahasa ini. Pada umumnya, mereka yang belajar bahasa Inggris tahu bahwa kata kerja dalam bahasa Inggris berubah menurut SUBYEK (contoh: "I go", "he goes") dan TENSES (waktu terjadinya peristiwa; contoh: "I go", "I went", "I have gone"). Tapi kelihatannya masih sedikit yang memahami bahwa kata kerja dalam bahasa Inggris juga berubah menurut MODUS.
Apa itu modus? Dalam ilmu tata bahasa, yang dimaksud modus adalah kemungkinan terjadinya peristiwa/hal yang dinyatakan dalam kalimat di dunia nyata. Dalam bahasa Inggris dikenal 3 modus, yaitu INDIKATIF, IMPERATIF dan SUBJUNGTIF/KONJUNGTIF/KONDISIONAL. Hal yang seringkali menyebabkan perubahan kata kerja menurut modus dalam bahasa Inggris menjadi samar adalah karena orang seringkali mengira bahwa yang sedang terjadi adalah perubahan kata kerja menurut tenses. Padahal tidak selalu demikian. Ketika Anda mempelajari bahasa-bahasa Indo-Eropa selain Inggris, perubahan kata kerja menurut modus jelas terlihat berbeda dengan menurut tenses. Mari kita bahas modus dalam bahasa Inggris di atas satu per satu. A. MODUS INDIKATIF Ini adalah modus yang paling sering digunakan dalam bahasa Inggris. Modus ini dipakai ketika Anda menyatakan suatu fakta atau hal yang dapat terjadi dalam dunia nyata. Di bawah modus inilah terdapat 16 tenses bahasa Inggris yang sering dibahas dalam buku-buku tata bahasa Inggris. Dengan demikian, sebenarnya dapat dikatakan bahwa posisi modus berada di atas tenses. Saya tidak akan membahas 16 tenses yang ada dalam bahasa Inggris disini. Anda bisa melihatnya sendiri di: https://afaafahhb.wordpress.com/…/02/16-tenses-in-english-2/ B. MODUS IMPERATIF Ini adalah modus ketika Anda menyampaikan perintah. Dalam bahasa Inggris, bentuk kata kerja dalam modus ini adalah sama dengan bentuk kata kerja dalam Simple Present Tense (modus Indikatif) untuk subyek "I", "we", "you" dan "they". Contoh: 1. "Go!" 2. "Eat!" 3. "Please sit over here." Dalam bahasa Eropa lainnya, seperti Jerman, bentuk kata kerja dalam modus ini terlihat jelas berbeda dengan bentuk dalam modus Indikatif. Contoh: 1. "Iss!" ("Eat!"; Imperatif) vs "Du ißt" ("You eat"; Indikatif) 2. "Mach das!" ("Do that!"; Imperatif) vs "Du machst das" ("You do that"; Indikatif) C. MODUS SUBJUNGTIF/KONJUNGTIF/KONDISIONAL Ini adalah modus ketika Anda menyatakan suatu pengandaian atau harapan. Penggunaan modus ini biasanya ditandai dengan penggunaan kata "if" atau "if only" dan memiliki struktur kalimat: "If/If only" [syarat yang tidak mungkin terpenuhi dalam dunia nyata], [konsekuensi jika saja syarat dapat terpenuhi] Dilihat dari ruang lingkup waktu hal yang diandaikan, modus ini bisa lagi dibagi dalam 2 kelompok: 1. PRESENT CONDITIONAL Ini bila Anda melakukan pengandaian untuk hal yang belum terjadi. Disini, kata kerja dalam klausa syarat mengambil bentuk yang serupa dengan bentuk dalam Simple Past Tense dan kata kerja dalam klausa konsekuensi mengambil bentuk "would"/"should"/"could"/"might" + V1 Contoh: 1. "If I were you, I would go there" 2. "If she were you, she would suffer". Harap diperhatikan bahwa sebenarnya menurut tata bahasa Inggris formal, bentuk Konjungtif dari kata kerja "to be" untuk subyek "I" dan "he/she/it" adalah "were". Hanya saja, kini semakin banyak penutur asli bahasa Inggris yang menggunakan "was". Dengan demikian, bentuk kata kerja dalam modus Konjungtif tidak ada bedanya dengan bentuk dalam Simple Past Tense. Dengan demikian contoh sebelumnya juga dapat berbentuk: 1. "If I was you, I would go there" 2. "If she was you, she would really suffer" Sebagai perbandingan, dalam bahasa Jerman, bahasa yang secara historis merupakan saudara dekat bahasa Inggris, perbedaan bentuk kata kerja dalam modus ini dan modus Indikatif masih jelas terlihat. 1. "Wenn ich du wäre, würde ich dahin gehen" ("If I were you, I would go there"; Konjungtif) vs "Wenn ich du bin, werde ich dahin gehen" ("If I am you, I will go there"; Indikatif) 2. "Wenn sie du wäre, würde sie wirklich leiden" ("If she were you, she would really suffer"; Konjungtif) vs "Wenn sie du ist, wird sie wirklich leiden" ("If she is you, she will really suffer"; Indikatif). 2. PAST CONDITIONAL Ini adalah bila Anda mengharapkan sesuatu yang sudah terjadi di masa lalu terjadi secara berbeda menurut apa yang Anda harapkan. Disini, kata kerja dalam klausa syarat mengambil bentuk serupa bentuk dalam Past Perfect Tense dan kata kerja dalam klausa konsekuensi mengambil bentuk "would/should/could/might have" + V3. Contoh: 1. "If I had been there, I would have gone immediately" 2. "If only she had seen you, she could have helped you" Dalam bahasa Jerman, perubahan kata kerja dalam modus ini terlihat sangat berbeda dengan perubahan dalam modus Indikatif. 1. "Wenn ich da gewesen wäre, wäre ich sofort gegangen" ("If I had been there, I would have gone immediately"; Konjungtif) vs "Wenn ich da was, wurde ich sofort gehen" ("If I was there, I would go immediately"; Indikatif) 2. "Wenn sie dich gesehen hätte, hätte sie dir helfen können" ("If only she had seen you, she could have helped you"; Konjungtif) vs "Wenn sie dich gesehen hat, könnte sie dir helfen" ("If she saw you, she could help you"; Indikatif) Bila Anda cermat mengamati pemakaian bahasa Inggris oleh para penutur asli, selain Present Conditional dan Past Conditional sebenarnya terdapat satu lagi kategori untuk modus Konjungtif, namun tidak pernah tertulis dalam buku tata bahasa Inggris karena penggunaannya sudah sangat langka. Yaitu bila Anda mengharapkan sesuatu terjadi di masa depan atau menyarankan/mengharapkan orang lain melakukan sesuatu. Disini, bentuk kata kerja yang digunakan adalah serupa dengan bentuk dalam Simple Present Tense untuk subyek "I/we/you/they". Contoh: 1. God save the queen (Semoga Tuhan melindungi sang ratu; judul lagu kebangsaan Britania Raya) 2. Long live the king (Semoga sang raja berumur panjang) 3. I suggest/recommend that she go there and do this thing. (Saya menyarankan agar dia pergi kesana dan melakukan hal ini) 4. I urge/insist that this be done this way (Saya bersikeras supaya ini dilakukan dengan cara ini). Kini, penggunaan modus Indikatif untuk menyatakan saran/keinginan agar orang lain melakukan sesuatu hanya dapat ditemui dalam bahasa Inggris Amerika. Dalam bahasa Inggris Britania Raya, penggunaannya sudah digantikan bentuk "should" + V1. Contoh: - "I suggest/recommend that she should go there and do this thing." - "I urge/insist that this should be done this way." Bagaimana cara menguasai penggunaan modus dalam pembicaraan sehari-hari? Tidak ada jalan lain kecuali mulai membiasakannya dan menggunakannya terus menerus sampai Anda merasa alami menggunakannya. Dalam bahasa apapun, setiap kata biasanya punya asal-usul. Bahkan untuk kata-kata yang dianggap sangat mendasar.
Sebagai contoh, dalam bahasa Melayu/Indonesia, Sunda dan Jawa, kata yang dipakai untuk menunjuk diri sendiri bermakna "budak" atau "rakyat". "Saya" (Melayu) berasal dari "sahaya", kata Sansekerta yang berarti "budak". "Abdi" (Sunda) berasal dari "abdi/abid", kata Arab yang berarti "hamba". Sementara "kulo" (Jawa) berasal dari "kawulo" yang berarti "rakyat". Ilmu yang mempelajari asal-usul kata disebut Etimologi. Bahagia adalah ketika pulang ke rumah setelah tidak pulang dua minggu dan melihat semua pesanan buku filsafat, sejarah, arkeologi, linguistik dan antropologi dari berbagai penerbit sudah sampai rumah.
Malam ini saya baru tahu bahwa menurut riset-riset linguistik, bahasa Melayu Kuno ternyata berasal dari pesisir barat Kalimantan, bukan semenanjung Malaka ataupun bagian tengah atau selatan pulau Sumatera.
Dalam sejarah bahasa Melayu, kedua tempat yang saya sebut terakhir di atas cuma kebetulan saja menjadi tempat persinggahan bahasa Melayu Kuno, dimana kemudian di tempat-tempat inilah bahasa Melayu Kuno berevolusi menjadi bahasa Melayu Klasik, karena populasi terbesar penutur Melayu kemudian berada di tempat-tempat ini. Berarti peranan Kalimantan dalam khasanah kesejarahan Nusantara penting juga ya? Karena bukan hanya kerajaan Hindu pertama (Kutai) berdiri disini, namun nenek moyang orang Melayu dan Madagaskar (Afrika Selatan) juga berasal dari sini (lihat hasil riset genetika tentang asal-usul populasi Madagaskar). Kalau begini, Kalimantan wajib dikunjungi juga. Setelah menyisir setiap jengkal di bazaar buku import "Big Bad Wolf Books" (BBWB) di ICE BSD selama 3,5 jam, akhirnya sampai juga saya di rumah.
Buat teman-teman pecinta buku, pastikan jangan sampai kehilangan event langka ini! Di BBWB ada ratusan ribu (atau mungkin jutaan?) judul buku import BARU (bukan bekas) dari kategori fiksi, non-fiksi, komik, dan anak-anak yang dijual dengan diskon s/d 80%! Untuk memberi ilustrasi, 17 buah majalah dan buku tebal yang penuh foto dan warna ini saya beli 'hanya' dengan harga Rp. 1,265 juta! Walau angka ini pada awalnya mungkin terlihat besar, tapi kalau sudah dibagi 17, itu artinya tiap barang berharga rata-rata hanya Rp.75 ribu! Jangan tertipu dengan judul-judul buku yang sampai sekarang masih terus diunggah ke website event ini: www.bigbadwolfbooks.com. Jumlah judul yang akan Anda temui di event ternyata beratus-ratus kali lebih banyak! Ada buku roman, biografi, memasak, hasta karya, berkebun, golf, otomotif, militer, seni, arsitektur dan banyak topik lainnya. Hanya segelintir topik yang bukunya tidak saya temui di pameran ini: Filsafat, Agama, Astrofisika (bukan astronomi) dan Fisika Kuantum. |
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|