ARIEF ONLINE
  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact

Fenomena Apotheosis (Pengangkatan Manusia Menjadi Dewa) Pada Kepercayaan Arab Pra-Islam, Tiongkok dan India

4/3/2017

0 Comments

 
Picture
Picture
Picture
A. Mengenal Apotheosis
Dalam ilmu antropologi, salah satu topik yang menarik minat saya adalah kepercayaan-kepercayaan primitif dunia dan sejarah agama-agama dunia. Terkait topik ini, salah satu hal yang menarik perhatian saya adalah apotheosis.

Apa itu apotheosis? Apotheosis (bhs. Yunani) alias deifikasi (bhs. Latin) adalah pengangkatan manusia menjadi suatu sosok adikodrati. Bila kita menilik kepercayaan-kepercayaan tua dunia, ini adalah suatu fenomena yang umum terjadi.

Terkecuali kita mempelajari bukti-bukti sejarah yang ada di tiap-tiap bangsa melalui disiplin ilmu semacam antropologi, barangkali kita tidak akan mengetahui bahwa banyak sosok dewa-dewi yang kita kenal di berbagai kepercayaan kuno sebenarnya dulunya adalah sosok-sosok manusia nyata yang pernah hidup. Dikarenakan jasa-jasanya, mereka lantas diangkat menjadi dewa oleh generasi berikutnya.

Di tulisan singkat ini, saya hanya akan membatasi pembahasan apotheosis pada 3 kepercayaan tua dunia: Arab Pra-Islam, Tiongkok dan India.

B. Apotheosis pada Kepercayaan Arab Pra-Islam
Mereka yang mempelajari sejarah Arab pra-Islam umumnya mengetahui bahwa kepercayaan Arab pra-Islam telah mengenal sosok Allah sebagai Tuhan sebagaimana Islam. Bahwasanya masyarakat Arab pra-Islam telah mengenal Allah juga dijelaskan di berbagai ayat di Al-Qur'an.

Kemungkinan, sosok Allah diperkenalkan ke masyarakat Arab oleh Ismail, seorang tokoh nabi dalam agama Abrahamik, dan ayahnya, Ibrahim, ketika mereka masuk tanah Hijaz dan Ismail serta keturunannya mulai bermukim disana.

Sepanjang yang saya tahu, sebagaimana diajarkan Ismail, sosok Allah tidak pernah diberi bentuk dan dibuat patungnya oleh masyarakat Arab pra-Islam. Hanya saja, sepeninggal Ismail, masyarakat Arab pra-Islam mulai mengenal berbagai dewa-dewi yang diberi kedudukan di bawah Allah. Empat diantaranya yang terkenal adalah Latta, Manat, Uzza dan Hubal.

Oleh masyarakat Arab pra-Islam, Manat, Latta dan Uzza dianggap sebagi para putri Allah. Manat adalah yang tertua, diikuti Latta lalu Uzza. Sementara itu Hubal adalah suami Manat.

Tentang peranan mereka dalam kepercayaan Arab pra-Islam tidak akan dibahas disini dan bisa dibaca di "Kitab al-Asnam" ("Book of Idols"), sebuah buku tentang tradisi masyarakat Arab pra-Islam yang ditulis oleh Hisham ibn al-Kalbi, seorang sejarahwan Persia di awal masa Islam.

Sementara ada berbagai pendapat modern soal asal-usul sosok Manat, Latta, Uzza dan Hubal, kita bisa melihat indikasi telah terjadinya apotheosis, terutama menyangkut figur Latta, bila melihat catatan para perawi hadits di awal masa Islam yang masih mengenal tradisi Arab pra-Islam.

Tentang sosok Latta, Ibnu Katsir menjelaskan:

وَكَانَتِ “اللَّاتُ” صَخْرَةً بَيْضَاءَ مَنْقُوشَةً، وَعَلَيْهَا بَيْتٌ بِالطَّائِفِ لَهُ أَسْتَارٌ وسَدَنة، وَحَوْلَهُ فِنَاءٌ مُعَظَّمٌ عِنْدَ أَهْلِ الطَّائِفِ

“Al-Latta adalah patung putih yang berukir. Ia ditempatkan dalam sebuah rumah di Tha’if yang memiliki kelambu-kelambu dan juru kunci. Sekelilingnya terdapat halaman. Latta di agungkan oleh penduduk Tha’if” (Tafsir Ibnu Katsir 7/455)

Sementara riwayat Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan Abu Shalih menjelaskan lebih jauh:

كان رجلا يَلُتّ السويق للحاج فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه

“Al-Latta dahulu adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti (yang dibagikan cuma-cuma) kepada jama’ah haji. Ketika ia meninggal, orang-orang beri’tikaf di kuburannya dan menyembahnya” (Tafsir Ath Thabari 22/523).

Bila kita merujuk pada keterangan para perawi hadits di awal masa Islam sebagaimana contoh-contoh di atas, dapat diketahui bahwa Latta adalah sosok dermawan yang sering melayani jemaah haji pada masa pra-Islam. Untuk mengenangnya, orang-orang Arab pra-Islam selalu mengunjungi kuburannya setelah ritual haji dan berdoa kepadanya. Di kemudian hari, mereka membuat patungnya dan sosoknya mengalami apotheosis.

Sampai saat ini sendiri saya masih mencari informasi apakah telah terjadi apotheosis juga pada sosok Manat, Uzza dan Hubal, namun belum berhasil menemukan.

C. Apotheosis pada Kepercayaan Tiongkok
Kepercayaan Tiongkok mengenal banyak dewa-dewi. Dua diantaranya yang cukup terkenal adalah dewi Guan Yin (bhs. Mandarin; alias Kwan Im dalam bhs. Hokkian) dan dewa Guan Yu (bhs. Mandarin; alias Kwan Kong).

Guan Yin adalah dewi yang dikaitkan dengan kasih sayang. Setelah masuknya Buddhisme ke Tiongkok, Guan Yin dianggap sebagai perwujudan bodhisatwa dari sosok sejarah Avalokitesvara yang dalam Buddhisme India sebenarnya berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, Guan Yu adalah dewa pelindung dan seringkali dijadikan simbol kejujuran dan kesetiaan.

Terkait Guan Yin, kita bisa melihat indikasi terjadinya apotheosis pada sosok ini bila melihat berbagai legenda Tiongkok tentang asal-usul tokohnya. Salah satunya adalah sebagaimana disampaikan biksu Buddhis dari abad ke-11, Jiang Zhiqi, dalam kitabnya 香山寶卷 (diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai "Precious Scroll of Fragrant Mountain").

Berdasar penelitiannya, Jiang meyakini bahwa sosok yang dipuja masyarakat Tiongkok sebagai Guan Yin sebenarnya dulunya adalah seorang putri yang pernah hidup, bernama Miao Shan.

Singkat cerita, Miao Shan ingin menjadi biarawati dan hidup selibat, sementara ayahnya, Miao Zhuang Yan menginginkan dia menikah dengan seorang penguasa tersohor. Demi mencapai keinginannya, Miao Zhuang Yan melakukan berbagai paksaan dan kekejaman terhadap putrinya sehingga putrinya melarikan diri ke sebuah gunung.

Suatu hari sang ayah jatuh sakit. Tabib yang ia temui mensyaratkan agar ia mendapatkan potongan tangan dan mata manusia sebagai bagian dari ritual penyembuhan bila ingin sembuh. Ia pun mendapatkan potongan dan mata yang ternyata berasal dari putrinya sendiri yang memberikannya secara sukarela. Mengetahui itu, sang ayah pun menyesali perbuatannya selama ini.

Sementara itu, menyangkut sosok Guan Yu, ia adalah jelas tokoh sejarah yang pernah hidup, bila kita membaca kronik-kronik/sejarah Tiongkok, dan telah mengalami apotheosis.

Guan Yu, sebagaimana dijelaskan oleh kronik Tiongkok paling awal tentang tokoh ini, yaitu San Guo Zhi oleh penulis Chen Shou di abad ke-3, awalnya adalah seorang jenderal yang hidup pada masa Tiga Kerajaan (abad ke-3 M) di Tiongkok.

Ia melayani Liu Bei, seorang pendiri dan penguasa negeri Shu Han. Guan Yu adalah seorang jenderal yang setia dan pemberani. Di akhir hidupnya, ia tewas dibunuh oleh Sun Quan, seorang penguasa yang semula merupakan sekutu Liu Bei.

Sejarah Tiongkok menunjukkan bahwa naiknya Guan Yu ke peringkat dewa terjadi secara bertahap melalui pemberian gelar kehormatan kepada tokoh ini dengan derajat yang semakin meningkat dari satu dinasti kekaisaran Tiongkok ke dinasti lainnya.

Dimulai dengan gelar 壯繆侯 (diterjemahkan ke bhs. Inggris sebagai "Marquis Zhuang Mou") yang diberikan oleh kaisar Liu Shan dalam waktu 40 tahun setelah Guan Yu meninggal hingga ke gelar 三界伏魔大神威遠震天尊關聖帝君 (Kaisar Suci Guan, Dewa Penakluk Iblis di Tiga Dunia dan Yang Kekuatannya Menjangkau dan Menggerakan Langit) oleh kaisar Wan Li pada 1614, masa dinasti Ming. Tahun pemberian gelar "Dewa" oleh Wan Li ini seringkali dianggap sejarahwan sebagai tahun naiknya Guan Yu ke posisi dewa secara resmi.
​
D. Apotheosis Pada Kepercayaan India/Hindu
Hindu juga adalah salah satu kepercayaan yang mengenal banyak dewa-dewi. Saya belum mempelajari apakah beberapa tokoh dewa-dewi dalam Hindu, seperti Krishna, berasal dari figur sejarah yang pernah hidup, dicatat dalam sejarah, dan meninggalkan bukti-bukti arkeologis. Fokus saya masih pada mempelajari kepercayaan asli orang-orang Indo-Arya, yang di kemudian hari menurunkan orang dan kepercayaan India, Persia, Yunani, Romawi dan berbagai bangsa di Eropa.

Walau demikian, kita bisa menemui indikasi apotheosis bila melihat tradisi Hindu di Indonesia saat ini dan sejarah berbagai raja Hindu yang pernah berkuasa di Nusantara.

Dalam tradisi Hindu di Indonesia yang saya ketahui, terdapat Pitra Yadnya, yaitu pelayanan dan persembahan pengorbanan kepada orang tua dan leluhur, disamping kepada dewa (Dewa Yadnya), guru suci (Rsi Yadnya), sesama manusia (Manusa Yadnya) dan unsur-unsur serta kekuatan penguasa alam (Bhuta Yadnya).

Pelayanan tersebut berlaku baik ketika orang-orang tersebut masih hidup maupun sudah tiada. Ketika seorang leluhur telah tiada dan ruhnya telah distanakan di tempat pemujaan keluarga melalui upacara, maka ruh leluhur tersebut dianggap setara dengan dewa. Pemujaan terhadap leluhur tersebut tidak lagi tergolong Pitra Yadnya, melainkan Dewa Yadnya, sebagaimana dijelaskan dalam buku "Pokok-pokok Ajaran Agama Hindu" (Wayan Nurkancana).

Bila kita melihat sejarah raja-raja Hindu di Nusantara pun, kita dapat menemukan apotheosis secara jelas. Setelah raja-raja tersebut wafat, mereka akan dipuja di candi-candi yang khusus dibuat untuk mereka (disebut candi pendharmaan), karena mereka dipercaya telah menyatu dengan ista dewata alias dewa pujaan mereka semasa mereka hidup. Sebagai contoh, raja Airlangga didharmakan sebagai dewa Wisnu di candi Belahan, sementara Raden Wijaya didharmakan sebagai dewa Harihara di candi Simping.

Menyatunya manusia dengan dewa dimungkinkan dalam Hindu karena dipercaya bahwa bila manusia wafat dan telah lolos dari samsara (lingkaran reinkarnasi), ia pasti akan bersatu dengan dewata.

E. Sebab Terjadinya Apotheosis 
Sementara sebagian manusia dan kepercayaan dunia menganggap bahwa manusia itu lemah dan tidak mungkin menjadi sosok adikodrati, mengapa sebagian manusia dan kepercayaan lainnya meyakini bahwa manusia bisa menjadi sosok adikodrati setelah ia tiada?

Pada kepercayaan-kepercayaan dimana apotheosis terjadi, pada umumnya diyakini hal-hal berikut:

- Tidak semua kualitas manusia sama. Ada manusia yang semasa hidupnya dipandang lebih baik, lebih kuat, ataupun bisa memberikan perlindungan kepada lebih banyak orang dibandingkan manusia lainnya.

- Setelah meninggal, manusia akan hidup di alam yang lain dan alam ini masih memiliki hubungan dengan alam manusia. Mereka yang hidup di alam ini masih bisa mempengaruhi kehidupan manusia.

- Setelah meninggal, manusia akan membawa segala kualitas dan kekuatan yang ia miliki semasa ia hidup. Oleh karena itu, bila seorang tokoh mampu memberi perlindungan kepada banyak orang semasa hidup, dipercaya ia juga tetap bisa memberi perlindungan setelah ia tiada.

Berlandaskan pada keyakinan-keyakinan di ataslah apotheosis sering terjadi bukan hanya pada kepercayaan-kepercayaan yang saya bahas disini, namun juga pada banyak kepercayaan tua dunia.
_____________
Rujukan lanjutan:
​
1. "Kitab al-Asnam" ("The Book of Idols") oleh Hisham Ibn al-Kalbi
2. http://muslim.or.id/18067-al-latta-pembuat-roti-yang-disemb…
3. 香山寶卷 ("Precious Scroll of Fragrant Mountain"), oleh Zhiang Jiqi
4. "San Guo Zhi" (Catatan Tiga Kerajaan), oleh Chen Shou
5. https://en.m.wikipedia.org/wiki/Guanyin
6. https://en.m.wikipedia.org/wiki/Guan_Yu
7. Pokok-pokok Ajaran Agama Hindu: Pedoman untuk Umat Hindu di Seluruh Nusantara, oleh Wayan Nurkancana, penerbit Manikgeni.
8. Dewa Dewi Hindu, oleh I Wayan Maswinara, penerbit Paramita Surabaya.
0 Comments



Leave a Reply.

    TOPICS

    All
    Anthropology
    Archaeology
    Architecture
    Astronomy & Cosmology
    Biology
    Book Recommendation
    Business & Property
    Economy
    Education
    Film Recommendation
    General Science
    Geography
    Geology
    Geopolitics
    History
    Life
    Linguistics
    Others
    Philosophy
    Photography
    Place Recommendation
    Poem
    Politics
    Psychology
    Quantum Physics
    Religion
    Sociology

    RSS Feed

    MONTHS

    December 2019
    November 2019
    October 2019
    June 2019
    May 2019
    March 2019
    February 2019
    November 2018
    October 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    November 2013
    September 2013
    August 2013
    June 2013
    May 2013
    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    July 2012
    June 2012
    May 2012
    March 2012
    February 2012
    November 2011
    December 2009
    November 2009
    January 2009
    May 2008
    March 2008
    January 2008
    December 2007

  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact