ARIEF ONLINE
  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact

Kenapa Hanya Ada Peninggalan Candi dari Era Hindu-Budda di Nusantara?

27/11/2016

0 Comments

 
Beberapa waktu yang lalu, tak lama setelah saya membuat postingan tentang arkeologi Hindu Buddha di Nusantara, ada seorang kawan bertanya, "Kenapa era Hindu Buddha di Nusantara hanya meninggalkan candi? Kemana sisa keraton dan permukimannya?". Mengingat ini adalah hal yang sering ditanyakan orang awam, saya ingin berbagi jawabannya disini.

Pertama, perlu dikoreksi kesalahpahaman yang terlanjur meluas di publik bahwa era Hindu Buddha hanya meninggalkan candi yang umumnya dipahami sebagai bangunan untuk peribadatan. Pada kenyataannya, era Hindu Buddha di Nusantara juga meninggalkan bangunan-bangunan lain, seperti petirtaan (pemandian raja/bangsawan, contoh: Jalatunda, Belahan, Tikus), sisa dinding keliling komplek pemukiman (contoh: Ratu Boko, Lumajang, Liyangan), gapura (contoh: Wringin Lawang, Bajang Ratu), dan bangunan asrama bhiksu (contoh: Plaosan, Sari). Karena ketidakpahaman orang awam, semua bangunan di atas disebut sebagai candi. Contoh: gapura Wringin Lawang dan Bajang Ratu disebut candi Wringin Lawang dan Bajang Ratu. Petirtaan Tikus disebut candi Tikus.

Kedua, pada era Hindu Buddha di Nusantara, hanya bangunan-bangunan di atas sajalah, yang sebagian besar terkait proses peribadatan, yang menggunakan material batu atau bata seperti material asli bangunan-bangunan tersebut di negeri asalnya, India. Bentuk bangunannya pun masih didasarkan pada bentuk di negeri asalnya, meskipun kemudian nenek moyang kita segera mengembangkan gaya-gaya bangunannya sendiri.
Bangunan-bangunan lain yang sifatnya profan, seperti rumah, bangunan keraton, ataupun pasar, menggunakan material-material organik dan bentuk arsitektur lokal yang sama seperti sebelum agama Hindu Buddha masuk ke Nusantara.

Bentuk-bentuk beberapa bangunan profan pada zaman itu masih bisa kita lihat penggambarannya di relief berbagai candi. Melalui relief-relief candi kita juga mengetahui konsep penataan pemukiman pada saat itu, dimana rumah-rumah rakyat jelata berdiri sendiri-sendiri, sementara hunian bangsawan berupa gugusan beberapa bangunan yang ada di dalam sebuah tembok keliling dan disebut "pakuwuan". Pakuwuan ini tertata menurut sistem grid.

Karena bangunan-bangunan profan terbuat dari material organik yang hancur dimakan waktu, maka sisa-sisa bangunan tersebut tidak bisa kita jumpai lagi saat ini. Yang masih bisa kita temui hanyalah umpak atau batur (platform) untuk meninggikan bangunan, potongan-potongan genting atap bangunan, tembok keliling, gapura masuk, ataupun sisa-sisa lapisan perkerasan di area komplek bangunan tersebut.

Dari semua bangunan profan itu, kita masih bisa membayangkan wujud keraton Majapahit, kerajaan Hindu Buddha terakhir di tanah Jawa, berkat catatan perjalanan Ma Huan, seorang musafir Cina Muslim yang berkunjung ke ibukota Majapahit pada saat itu.

Catatannya mengungkapkan:
​
"Ibukota Majapahit terletak di pedalaman Jawa. Istana raja dikelilingi tembok tinggi lebih dari 3 zhang, pada salah satu sisinya terdapat “pintu gerbang yang berat” (mungkin terbuat dari logam). Tinggi atap bangunan antara 4-5 zhang, gentengnya terbuat dari papan kayu yang bercelah-celah (sirap).

Raja Majapahit tinggal di istana, kadang-kadang tanpa mahkota, tetapi sering kali memakai mahkota yang terbuat dari emas dan berhias kembang emas. Raja memakai kain dan selendang tanpa alas kaki, dan ke mana pun pergi selalu memakai satu atau dua bilah keris. Apabila raja keluar istana, biasanya menaiki gajah atau kereta yang ditarik lembu."

Sayangnya, menurut saya selama ini perhatian pemerintah terlalu terfokus pada upaya pencarian dan pemugaran bangunan-bangunan dari era Hindu Buddha yang berupa candi. Barangkali karena hasil pemugaran candi bisa langsung dilihat dan dinikmati masyarakat.

Padahal bangunan-bangunan non-candi, terutama sisa-sisa pemukiman, juga layak dieksplorasi dan dipelajari karena justru akan mengungkap banyak hal tentang kehidupan sosial di masa itu.

Dari semua kerjaan Hindu Buddha besar yang pernah ada di Nusantara dan menjadi kekuatan regional, baru Majapahit sajalah yang sebagian besar ahli cukup yakin untuk menunjuk lokasi sisa keratonnya (Trowulan, Jawa Timur). Sisa-sisa keraton kerajaan lain masih tersimpan di dalam Bumi dan menunggu untuk kita temukan.
Sumber foto: Internet
0 Comments



Leave a Reply.

    TOPICS

    All
    Anthropology
    Archaeology
    Architecture
    Astronomy & Cosmology
    Biology
    Book Recommendation
    Business & Property
    Economy
    Education
    Film Recommendation
    General Science
    Geography
    Geology
    Geopolitics
    History
    Life
    Linguistics
    Others
    Philosophy
    Photography
    Place Recommendation
    Poem
    Politics
    Psychology
    Quantum Physics
    Religion
    Sociology

    RSS Feed

    MONTHS

    December 2019
    November 2019
    October 2019
    June 2019
    May 2019
    March 2019
    February 2019
    November 2018
    October 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    November 2013
    September 2013
    August 2013
    June 2013
    May 2013
    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    July 2012
    June 2012
    May 2012
    March 2012
    February 2012
    November 2011
    December 2009
    November 2009
    January 2009
    May 2008
    March 2008
    January 2008
    December 2007

  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact