Siapa orang luar (di luar penduduk asli) yang pertama kali menemukan benua Australia? Kalau kita menilik sejarah yang populer, jawabannya adalah pelaut-pelaut Eropa pada tahun 1600-an, seperti Willem Janszoon (Belanda), William Dampier (Inggris) ataupun James Cook (Inggris).
Tapi kalau kita menilik bukti-bukti sejarah yang dimiliki suku Yolngu, suku aborigin (asli) Australia pesisir utara, dan catatan beberapa pelaut Eropa, kita bisa mengetahui bahwa para pelaut Makassar sudah ramai mendatangi dan mengadakan kontak dengan suku aborigin di pesisir utara Australia ketika para pelaut Eropa mulai menjelajahi pantai-pantai Australia. Dengan demikian, para pelaut Eropa bisa jadi bukanlah para penemu pertama benua Australia dari luar. Bukti kontak antara pelaut Makassar dan suku Yolngu sangatlah melimpah. Salah satunya adalah bahasa. Di bahasa suku Yolngu, terdapat kata "rupiah" ("uang"), "balanda" ("orang kulit putih"), "jama" ("kerja"), "prau" ("perahu") dan sejumlah kata lainnya yang berasal dari bahasa Makassar. Para peneliti sejarah umumnya sepakat bahwa pada tahun 1700-an, kontak antara para pelaut Makassar dan suku Yolngu sudah terjadi. Tapi mengenai kapan kontak ini pertama kali terjadi, para ahli berbeda pendapat. Regina Ganter dari universitas Griffith percaya bahwa kontak ini sudah terjadi pada pertengahan tahun 1600-an berdasarkan bukti-bukti yang bisa ditemukan di kampung halaman orang Makassar, yaitu Sulawesi. Kedatangan para pelaut Makassar ke pesisir utara Australia pada awalnya dan umumnya adalah untuk mencari teripang (hewan laut) yang nantinya akan dijual ke para pelaut Tiongkok. Setelah teripang berhasil diambil dari laut, para pelaut Makassar biasanya akan berdiam dulu beberapa lama di tanah Australia untuk merebus, mengeringkan, dan mengasapi teripang sebelum membawa seluruhnya kembali ke Sulawesi. Proses pengolahan teripang a la Makassar pada saat itu bisa dipelajari melalui catatan Matthew Flinders, seorang Eropa yang berjumpa Pobasso, kepala salah satu armada kapal Makassar di lautan Australia, pada Februari 1803. Selama berdiam di tanah Australia inilah, terjadi kontak erat antara orang Makassar dan suku Yolngu. Dari wilayah laut Yolngu, orang Makassar mendapatkan teripang. Sementara itu dari orang Makassar, orang Yolngu mendapatkan beras, tembakau, kain, pisau, kapak dan barang-barang logam lainnya. Sering datangnya para pelaut Makassar ke pesisir utara Australia membuat para pelaut tersebut memiliki nama untuk benua Australia dan beberapa daerah di Australia utara dalam bahasa Makassar. Benua Australia, sebagai contoh, disebut "marege" yang berarti "negeri asing", sementara kawasan Kimberley saat ini disebut "kayu jawa". Uniknya, banyak orang dari suku Yolngu yang kini juga menyebut beberapa daerah di kawasan mereka berdasarkan nama yang dulu diberikan orang Makassar. Meskipun terdapat beberapa peristiwa konflik dalam hubungan antara pelaut Makassar dan suku Yolngu, tapi John Bradley, seorang antropolog dari universitas Monash, berpendapat bahwa secara garis besar hubungan antara orang Makassar dan Yolngu harmonis dan sukses. Ini karena selain kedua belah pihak sama-sama merasa diuntungkan, orang Makassar dan Yolngu sama-sama memandang satu sama lain sebagai pihak yang sejajar; sesuatu yang tidak terjadi ketika bangsa Eropa bertemu orang-orang aborigin dan mulai mendirikan koloni-koloni di Australia. Sebelum orang Makassar tiba, suku Yolngu masih menggunakan peralatan-peralatan dari batu dan belum mengenal teknologi pembuatan kapal yang maju. Setelah bertemu dengan orang Makassar, mereka menerima peralatan-peralatan yang terbuat dari logam dan belajar teknologi pembuatan kapal seperti perahu-perahu Makassar sehingga Yolngu bisa menjadi suku maritim, berbeda dengan suku-suku aborigin lainnya. Sayang hubungan erat antara orang Makassar dan Yolngu akhirnya harus berakhir ketika negara Australia resmi didirikan dan pelaut-pelaut asing dilarang masuk, apalagi mengambil hasil laut dari perairan Australia. Using Daeng Rangka adalah orang Makassar terakhir dalam catatan Australia yang mengoperasikan armada penangkap teripangnya di wilayah laut Arnhem pada 1907. Setelah dia, tidak pernah ada lagi pelaut Makassar yang kembali ke Australia. Meskipun tidak ada lagi kontak antara suku Yolngu dan orang-orang Makassar, namun orang-orang tua suku Yolngu selalu mengenang masa-masa harmonis hubungan dengan orang Makassar dan merindukan datang kembalinya "saudara-saudara pelaut dari utara". Bukti-bukti kontak selama beberapa abad antara orang Makassar dan suku Yolngu pun masih bisa ditemukan saat ini. Selain terdapatnya beberapa kosakata Makassar dalam bahasa suku Yolngu, lukisan-lukisan gua suku Yolngu pun banyak yang menggambarkan perahu-perahu Makassar. Antropolog John Bradley bahkan mengatakan bahwa pada nyanyian-nyanyian, tari-tarian, dan cara penguburan jenazah suku Yolngu pun terdapat sedikit pengaruh Islam yang merupakan agama para pelaut Makassar saat itu dan membuat ritual-ritual suku Yolngu ini sedikit berbeda dari ritual suku-suku aborigin lainnya. Penggalian-penggalian arkeologis pada daerah-daerah tua di pesisir utara Australia hingga saat ini pun masih menghasilkan temuan-temuan berupa sisa-sisa pemukiman sementara, musholla ataupun meriam-meriam kapal milik para pelaut Makassar yang dulu sering datang kesana.
0 Comments
Leave a Reply. |
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|