Tabula Rasa dalam Berpikir

Heran beribu heran. Dengan orang-orang yang cepat sekali menghakimi suatu hal, karena secara insting dia merasa hal tsb melawan apa-apa yang diyakininya, padahal hal tsb belum dia kaji secara mendalam. Jadi, penilaiannya selama ini cuma didasarkan pada apa yang ia dengar dari orang-orang.

Contoh-contoh kasus:
1. Menjelek-jelekan kitab suci agama lain, padahal belum pernah membaca kitab tsb. 
2. Menjelek-jelekan agama lain, padahal belum pernah mengkaji agama tsb. 
3. Mengatakan isi suatu buku, film, atau apapun jelek, padahal membaca atau menontonnya pun belum pernah. 

Berlawanan dengan sikap di atas, terdapat sikap yang disebut dengan "Tabula Rasa". "Tabula Rasa" adalah kata Latin/Romawi Kuno yang berarti "lembar yang kosong". Maksudnya, kita menolak untuk memberi penilaian terhadap suatu hal, sampai kita sendiri mengumpulkan cukup bukti berkaitan hal tsb dan mempelajari hal tsb secara mendalam dari segala sisi. 

Saya pribadi bercita-cita untuk bisa selalu menjunjung 'fairness' dalam setiap penilaian yang saya berikan terhadap segala sesuatu. Oleh karena itu 'Tabula Rasa' menjadi hal yang harus selalu diingat. Memang kadang saya pun masih jatuh dalam lubang prasangka, tapi semoga dengan gigih mencoba, kecenderungan untuk berprasangka bisa dikurangi.