Hari Minggu y.l. (27 Jan 08) pak Harto tutup usia. Ada berbagai reaksi masyarakat berkaitan wafatnya pak Harto ini. Ada yang berduka karena merasa kehilangan beliau. Ada juga yang malah senang, mengingat “kejahatan-kejahatan” yang pernah dilakukan pak Harto semasa hidupny. Diantara 2 ambivalensi ini, gmana sikap gw?
Siapapun dan apapun yang pernah dikerjain pak Harto semasa hidupnya, gw masi hormat sama beliau. Seabis bliau wafat, gw masi sempet berdoa, ”Tuhan, semoga Engkau mempertimbangkan amal2 baik yg pernah dilakukannya semasa hidup, dan pertimbangkan apabila amal2 baik itu mungkin bisa menutupi amal2 buruknya”. Secara agama, pak Harto tu Muslim. Gw sbg Muslim juga ngrasa ada kewajiban buat ngedoain. Kenapa gw masi respek ama pak Harto? Gw sendiri gak ada maksud buat bikin dy jadi tampak baik. Gw paling benci kerjaan kayak gini –ngerjain suatu hal yang gak muncul dari hati gw sendiri-. Tapi bwt gw, emang ada karya2 pak Harto yang gw mesti acungin jempol. Okelah, coba qt review. Buat gw, pak Harto adalah salah seorang visioner and planner terbaik yang pernah ada. Dy gak cuma omong doang, tapi juga bisa mengeksekusi plan-plannya dengan baik. Pas mule megang kekuasaan di tahun 1968, ekonomi Indonesia morat-marit. Pengangguran dmana2 en jumlah orang miskin mencapai 60%. Ini semua adalah warisan bung Karno yang semasa hidupnya kurang membangun fundamental ekonomi bangsa, tapi malah keranjingan bikin proyek2 monumental dan ngabisin duit (Hotel Indonesia, Monas, Gelora Bung Karno, dll) demi naikin martabat bangsa di mata dunia. Pas kekuasaan beralih ke pak Harto, pak Harto bukan cuma ngatasin masalah2 praktikal bangsa yang muncul hampir setiap hari, tapi dy masi sempet2nya bikin planning pembangunan puluhan tahun ke depan buat bangsanya. Pas pertama kali bikin planning ini, dy gak sendirian. Dy ngundang teknokrat2 dan ahli ekonomi bangsa waktu itu buat diskusi, kyak Widjojo Nitisastro, Ali Wardana, Moh. Sadli, Soemitro Djojohadikusumo, Subroto, Emil Salim, Frans Seda, en Radius Prawiro. Planning yang udah dibikin itu disebut Pelita, en selama pemerintahannya pak Harto –hal ini bner2 patut diacungi jempol- gak pernah meleset mencapai target yang ada di setiap Pelita. Bisa dibilang pak Harto itu orang yang bener2 ngerti akar permasalahan bangsanya. So, Pelita yang dia bikin disusun berdasar prioritas pemecahan masalah. Mula2 pak Harto nyelesaiin masalah pangan. Tahun 60-an Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar dunia. Di bawah koordinasi tangannya, dalam 20 tahun Indonesia sudah menjadi negara swasembada beras, bahkan menjadi pemberi bantuan beras ke negara2 kelaparan di Afrika. Buat ini, tahun 85 pak Harto dapet piagam penghargaan, yang langka banget didapetin pemimpin dunia lainnya, dari PBB. Abis itu pak Harto ngontrol pertumbuhan penduduk Indonesia yang waktu itu sangat bombastis. Buat pak Harto, swasembada pangan yang udah dicapai jelas gak akan ada gunanya kalo jumlah konsumen (orang yang makan beras) terus naik secara gak terkontrol. Dy lah yang pertama kalinya nyetusin KB. Dengan promosi kepada masyarakat secara terus menerus, akhirnya program KB ini banyak yang mengikuti dan pertumbuhan penduduk Indonesia bisa ditekan drastis –Tercatat pengikut KB pd Pelita V mencapai 21,5 juta orang! Bandingkan angka ini dengan sekarang! Program pak Harto yang selanjutnya adalah perumahan. Pak Harto menganggap tersedianya perumahan yang layak bagi semua orang, terutama rakyat miskin, adalah salah satu fundamen pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pak Harto mendirikan Perum Perumnas yang tugas utamanya mengurusi penyediaan rumah bagi masyarakat kecil. Pak Harto juga menganggap penting pendidikan dan kesehatan. Pas pak Harto pertama kali ngejabat, pelayanan kesehatan terhadap rakyat kecil kondisinya parah banget. Pelayanan kesehatan sama sekali gak bisa ditemui di desa2 en cuma ada di kota2 besar! Pak Harto lah yang lantas mencetuskan ide Puskesmas sebagai ”rumah sakit” kecil di desa. Dimulai dari 0%, stelah 32 tahun, Puskesmas telah ada di 90% kecamatan di Indonesia (termasuk di Papua!). Sambil membangun fundamen ekonomi bangsa, pak Harto juga ngadain proyek2 fundamen dalam bidang infrastruktur, seperti pengadaan waduk2 untuk keperluan irigasi dan listrik (Waduk Saguling, Cirata, Gajah Mungkur, Kedung Ombo, Asahan, dll), jalan2 tol (Jagorawi, Jakarta-Merak, Surabaya-Malang), pelabuhan2 di seluruh kota besar Indonesia (termasuk Tanjung Priuk yang sbelumnya gak ada), en bandara2 (termasuk bandara Sukarno-Hatta yang sbelumny gak ada). Hampir sebagian besar infrastruktur yang menunjang kehidupan bermasyarakat kita saat ini adalah hasil karya pak Harto. Kesuksesan pak Harto ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin 70% pd tahun 70-an jadi 11% pd tahun 90-an (berkurang 59%!), pertumbuhan ekonomi yang rata2 7% (ini bagus banget mnurut standar fundamen ekonomi!), meningkat tajamnya income perkapita orang Indonesia dari US$ 70/thn jadi US$ 800/thn hanya dalam 20 tahun, en nilai tukar dolar yang nyaris stabil sempurna selama masa pemerintahan pak Harto (di level Rp.2.400/ US$). Jujur aja, mnurut gw kalo Indonesia gak pernah punya presiden kayak pak Harto, Indonesia gak akan bisa mencapai kondisinya yang relatif lumayan maju kayak sekarang ini. Katakanlah Tuhan menakdirkan Mega, Gus Dur, ato SBY memerintah sebelum pak Harto, Indonesia mungkin masih ada ada di garis belakang. Khusus orang yang gw sebut terakhir –SBY-; gw salut ama integritas beliau. Tapi maaf SBY, Anda belum sevisioner pak Harto. Buat gw pribadi, selama orde Reformasi ini, belum ada pemimpin yang visioner, yang bisa memberikan arah dan menyusun program2 yang jelas (seperti Pelita), yang menunjukkan apa yang harus diraih bangsa ini dalam 5, 10, 15, dan 20 tahun mendatang. Ketiadaan pemimpin yang kayak ginilah yang menurut gw bikin Reformasi saat ini kehilangan arah. Tapi ya itu. Pak Harto juga punya salah. Kesalahan pertama beliau adalah beliau tidak menyukai keberadaan pihak2 oposisi. Adanya oposisi ini selain tentunya selalu berasa tidak nyaman bagi seorang pemimpin, juga mungkin mengancam program2 yang dicanangkan pak Harto, untuk pak Harto pada khususnya. Pak Harto nyaris selalu melakukan tindakan represif terhadap oposisi2nya. Liat kasus Malari. Atau pembantaian Tanjung Priuk. Atau kasus pelanggaran HAM di TimTim. Atau raibnya secara tiba2 (karena dibunuh?) begitu banyaknya mahasiswa aktivis di jaman pak Harto. Pak Harto juga memegang negara ini seorang diri. Tak ada fihak lain. Negara pun seakan2 menjadi miliknya. Ia lantas punya kuasa (privilege) memberikan hak pengelolaan beberapa sektor negara yang strategis (yang semestinya tidak boleh diberikan ke orang lain) ke pihak2 tertentu. Inilah kesalahan kedua pak Harto, dimana pada jamannya terjadi pengerusakan hutan dan penyedotan kekayaan2 alam negara dibawah kuasa beberapa orang saja. Pak Harto juga memberikan privilege kepada –maaf- begitu banyak pengusaha Tionghoa kala itu, yang mengakibatkan kesenjangan ekonomi orang Tionghoa dan pribumi saat ini jadi begitu lebar. Tak lupa di bawah pemerintahan pak Harto pula Indonesia akhirnya menjadi negara yang sangat birokratis. Karena birokrat memegang full control, maka birokrat mulai leluasa melakukan korupsi tanpa bisa dikontrol. Inilah yang menjadi sejarah awal munculnya korupsi di Indonesia. Ingatlah bahwa demokrasi dan transparansi pada jaman pak Harto nyaris gak ada! So, dilematis emang. Pak Harto punya banyak jasa, tapi juga ada dosa. So, gmana sikap kita? Yah, seperti pepatah. Contoh semua hal baik pada diri pak Harto yang gak ada di pemimpin lainnya, en jauhi hal2 buruknya. Jauhi ketertutupannya pada kritik, jauhi keotoriterannya, dll. Terus apakah kita harus mendoakan beliau saat ini? Of course! Paling gak minta supaya Tuhan menilai semua perbuatan baik en buruknya secara adil! Tuhan tentu tau yang lebih baik. En apakah kita harus melupakan kesalahan pak Harto di masa lalu? Ini hal yg gak bisa djawab dgn mudah. Gw gak terlalu setuju ama beberapa elit politik yang bilang bhw kesalahan pak Harto di masa lalu sebaiknya dimaafkan begitu saja. Masalahnya, kebanyakan dari mereka bukan korban pak Harto di masa lalu. Para korban, yang menerima perlakuan sadis/tak manusiawi yang langsung dari pak Harto, tentu sulit memaafkan. So buat perkara yang satu ini, biarin aja ini jadi masalah personal setiap orang dengan pak Harto. Karena penderitaan setiap orang beda, jadi gak bisa seenaknya aja kita bilang, ”Yah dimaafkan saja lah pak Harto. Kan sudah banyak jasanya”. Wallahu a’lam bis shawab.
0 Comments
|
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|