ARIEF ONLINE
  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact

Buku-buku Jepang dan Belanda

17/1/2015

0 Comments

 
Picture

Sebelum pulang malming, mampir dulu ke toko buku buat cek buku-buku terbaru dan akhirnya beli beberapa barang ini. Sangat direkomendasikan buat semua teman saya yg suka bahasa & kebudayaan karena isinya bagus-bagus. 

'A Geek in Korea' (seri lanjutan 'A Geek In Japan') dan 'Essential Japanese Grammar', karena saya suka hal-hal berbau Asia Timur & belum punya buku soal tata bahasa Jepang yg lumayan komprehensif. 'Dutch Phrase Book & CD' buat menajamkan pendengaran saya untuk frasa-frasa bahasa Belanda.

0 Comments

Budaya Kebebasan Berpendapat di Eropa dan Bagaimana Muslim Diharapkan Bersikap Oleh Budaya Mereka

9/1/2015

0 Comments

 
Picture

Saya jadi ingin menulis ini tak lain karena insiden penembakan terhadap para staf koran Charlie Hebdo baru-baru ini yang dipandang sebagai salah satu corong kebebasan berpendapat di Eropa.

Sebenarnya kalau kita lihat, budaya kebebasan berekspresi yang ada di Eropa saat ini adalah respon atas masa lalu mereka sendiri, ketika institusi agama pernah memegang wewenang yang terlalu besar, aparat institusi menyeleweng, dan akhirnya memberangus hal-hal yg dapat mengancam eksistensi mereka, termasuk pihak-pihak yang tidak sepandangan dengan mereka.

Di dunia Barat, memang Eropa lah yang paling bersikap kritis dan sering cenderung melecehkan eksistensi agama. Bukan cuma Muslim dan Muhammad yg sering jadi bulan-bulanan. Kristen dan Yesus pun jadi korban. Karena seperti yg kita tahu, masyarakat Eropa saat ini sebenarnya sudah cenderung agnostik dan atheis.

Di dunia Barat, orang-orang Amerika cenderung berbeda. Dibandingkan orang-orang Eropa, saya bisa katakan bahwa mereka cenderung masih lebih religius. Hal ini terlihat jelas dari masih sengitnya penentangan terhadap diajarkannya teori Evolusi di sekolah-sekolah di Amerika. Di Eropa, penentangan-penentangan seperti ini bisa dikatakan sudah mati.

Karena sebab di ataslah maka pelecehan terhadap eksistensi agama tidak terlalu sering mencuat di Amerika. Ini tak lain karena sejarah Amerika itu sendiri, dimana para imigran awal ke Amerika termasuk kelompok-kelompok agama yang tertindas di Eropa.

Zaman Pencerahan (Age of Enlightment) adalah titik balik dalam sejarah Eropa, dimana wewenang institusi agama mulai dibatasi, sekularisme mulai dipromosikan, begitu pula kebebasan berpendapat. Sejak mulai diperkenalkan, sekularisme dan kebebasan berpendapat seakan-akan selalu menjadi kebanggan masyarakat Eropa; sebuah cerminan 'kemenangan' atas masa lalu mereka sendiri.

Selama ini kebebasan berpendapat ini bukannya tidak mendapatkan penentangan dari dalam masyarakat Eropa itu sendiri. Lantas kenapa kebebasan berpendapat ini dipertahankan?

Berdasarkan apa yang saya pelajari selama ini, argumen yang paling sering digunakan untuk mendukung kebebasan berpendapat adalah kebebasan berpendapat dianggap bagus untuk membuka wawasan dan mendidik masyarakat.

Menurut argumen ini, bila pendapat yang dikemukakan adalah benar, maka bagus bagi masyarakat untuk mengetahuinya. Sementara bila pendapat yang dikemukakan ternyata salah, maka pihak yang tidak menerima pasti akan melakukan 'counter argument'. Melalui 'counter argument' inilah masyarakat dapat mengetahui alasan dari pihak yang tidak setuju dan mendapat proses pembelajaran.

Dalam budaya kebebasan berpendapat yang seperti ini, saya membayangkan bahwa respon yang diharapkan dari komunitas Muslim ketika Islam diserang adalah komunitas Muslim diharapkan tidak kebakaran jenggot, bersikap 'cool' dan melakukan 'counter argumen' secara intelektual melalui alat-alat publikasi.

Tentu saja komunitas Muslim tidak diharapkan untuk selalu merespon terhadap semua serangan, apalagi terhadap serangan-serangan yang 'berintelektualitas rendah', termasuk dalam bentuk pelecehan-pelecehan melalui karikatur. Inilah bagaimana pihak gereja Eropa saya perhatikan selama ini merespon serangan-serangan dari beberapa media Eropa selama ini.

Tentu saja sebagaimana ide ciptaan manusia lainnya, 'kebebasan berpendapat' ini belum tentu benar. Apalagi ketika dihadapkan pada tradisi masyarakat Timur, sebuah tradisi dimana Islam, sebagaimana Kristen pada awalnya, dilahirkan.

Melalui masyarakat Jawa dan Jepang, saya belajar bahwa dalam masyarakat Timur, kita dianggap tidak perlu menonjolkan perbedaan-perbedaan (termasuk perbedaan pendapat), bila perbedaan-perbedaan ini hanya akan membuat masyarakat menjadi tidak koheren dan tidak harmonis. Disini yang diutamakan adalah keharmonisan dalam masyarakat. Sisi buruknya adalah suara-suara individu seringkali tidak bisa terdengar dalam masyarakat Timur.

Sebagai kesimpulan, pada akhirnya kita bisa melihat bahwa cara bersikap yang berbeda yang dimiliki masyarakat Timur dan Barat saat ini tak lain adalah karena permasalahan dan proses pembelajaran yang pernah dialami masing-masing masyarakat di masa lalu.

Bagi saya pribadi, hal yg seharusnya dilakukan saat ini adalah menjembatani perbedaan cara pandang dan sikap antara masyarakat Barat dan Timur.

Masyarakat Barat harus belajar bahwa karena peradaban mereka saat ini sedang memimpin dalam hal iptek dan ekonomi, bukan berarti seluruh idealisme yang mereka miliki adalah benar dan harus diterima semua pihak. Masyarakat Timur punya cara-caranya sendiri.

Sebaliknya, masyarakat Timur juga mungkin bisa belajar dari semangat obyektivitas dan keterbukaan informasi yg dimiliki masyarakat Barat; sebuah tujuan awal dari diusungnya idealisme 'kebebasan berpendapat' yang meskipun pada akhirnya juga lumayan sering menimbulkan gesekan.

​Wallahu a'lam bish shawaab 

0 Comments

Fenomena Sub-stratum dan Super-stratum

2/1/2015

0 Comments

 
Picture

Ada pertanyaan berikut kepada saya di sebuah forum bahasa: "Semestinya hubungan kekerabatan bahasa berkorelasi dengan kekerabatan suku. Tapi ini tidak terjadi pada orang Tionghoa dan Jepang/Korea. Secara ras mereka sekerabat, tapi secara bahasa tidak. Kenapa ya?".

Jawab saya: "Karena adanya fenomena sub-stratum dan super-stratum". Lebih detailnya seperti ini: Sekelompok populasi manusia yang mendiami suatu daerah yang sama, berbicara bahasa yang sama, dan memiliki tradisi yang sama belum tentu berasal dari nenek moyang sama. Bisa jadi di daerah tersebut pernah terjadi fenomena sub-stratum ataupun super-stratum.

Pada fenomena sub-stratum, bahasa dan budaya kaum pendatang menang terhadap bahasa dan budaya penduduk asli. Meski kemudian terjadi perkawinan campur diantara kedua kelompok populasi tersebut, bahasa dan budaya yang diadopsi akhirnya adalah milik kaum pendatang.

Contoh sub-stratum:
- Mesopotamia Kuno, dimana penduduk sebelumnya (bangsa Sumeria) bertemu dengan pendatang (bangsa Assyiria).
 
- Jepang di era Yayoi, dimana penduduk asli (Ainu) bertemu dengan pendatang dari semenanjung Korea 

- Perancis di abad ke-5 - 6, dimana penduduk asli (orang Gaelic) yang merupakan penutur bahasa Keltic bertemu dengan pendatang Romawi yang merupakan penutur bahasa Latin.

Pada fenomena superstratum, bahasa dan budaya kaum pendatang kalah terhadap bahasa dan budaya penduduk asli. Setelah terjadinya perkawinan campur antara kelompok pendatang dan penduduk asli, kaum pendatang akhirnya mengikuti bahasa dan budaya penduduk asli.

Contoh super-stratum: 
- Perancis di Abad Pertengahan, dimana penduduk yang sudah beralih menjadi pengguna bahasa Latin bertemu dengan kaum bangsawan Jerman yang akhirnya memerintah mereka (bangsa Frank/Frankia).

Lalu kemudian ada pertanyaan seperti ini: "Menurut penelitian bahasa, orang Turki dan Korea itu sebenarnya kerabat dekat. Tapi kenapa wajah mereka berbeda sekali?".

Jawab saya: "Hal ini juga bisa dijelaskan dengan fenomena sub-stratum dan super-stratum dalam ilmu linguistik. Beserta sedikit penjelasan soal genetika populasi".

Berikut lebih lengkapnya: Ketika para pengendara kuda yang menjadi nenek moyang bangsa Turki datang dari Asia Tengah ke Anatolia pada awal abad pertengahan, kebanyakan dari mereka diperkirakan hanya kaum laki-laki saja. Di daerah baru mereka menjadi penguasa, sehingga bahasa Asia Tengah mereka menjadi dominan.

Meski demikian, mereka banyak menikahi para wanita setempat yang nota bene berdarah Eropa, Timur Tengah, ataupun campuran. Setelah nikah campur ini terjadi selama beberapa generasi, persentase gen asli dari Asia Tengah pada masyarakat Turki akhirnya menciut. Ini menyebabkan masyarakat Turki tidak lagi memiliki penampilan fisik yang sama dengan orang-orang Asia Tengah. Meski demikian, bahasa dari nenek moyang mereka yang laki-laki tetap digunakan dan bertahan hingga saat ini.

0 Comments

Perbedaan Wajah Orang Jepang, Cina, dan Korea

2/1/2015

0 Comments

 

Sering ada pertanyaan "Apakah orang Jepang, Cina, dan Korea bisa dibedakan dari wajahnya?".

Dari sudut pandang sains, jawabnya adalah "Tidak mungkin", karena komposisi genetika orang Jepang, Korea, dan Cina sebenarnya tidak banyak berbeda. Sudah ada aliran gen (gene flow) diantara 3 kelompok populasi ini. Itulah hal yang disampaikan oleh artikel tentang hasil penelitian genetika berikut ini.

​Meski demikian, perlu diingat bahwa secara linguistik (bahasa), hubungan orang Jepang dan Korea lebih dekat satu sama lain, dibandingkan dengan orang Cina. Bahasa Jepang dan Korea berada dalam satu keluarga yang sama dengan bahasa Mongol, Turki, dan Tungus (keluarga bahasa Altaic), sementara dialek-dialek Cina berada dalam satu keluarga yang sama dengan bahasa Tibet (keluarga bahasa Sino-Tibetan).
​
https://heritageofjapan.wordpress.com/yayoi-era-yields-up-rice/who-were-the-yayoi-people/making-sense-of-dna-data-and-origins-of-the-japanese/

0 Comments

    TOPICS

    All
    Anthropology
    Archaeology
    Architecture
    Astronomy & Cosmology
    Biology
    Book Recommendation
    Business & Property
    Economy
    Education
    Film Recommendation
    General Science
    Geography
    Geology
    Geopolitics
    History
    Life
    Linguistics
    Others
    Philosophy
    Photography
    Place Recommendation
    Poem
    Politics
    Psychology
    Quantum Physics
    Religion
    Sociology

    RSS Feed

    MONTHS

    December 2019
    November 2019
    October 2019
    June 2019
    May 2019
    March 2019
    February 2019
    November 2018
    October 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    November 2013
    September 2013
    August 2013
    June 2013
    May 2013
    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    July 2012
    June 2012
    May 2012
    March 2012
    February 2012
    November 2011
    December 2009
    November 2009
    January 2009
    May 2008
    March 2008
    January 2008
    December 2007

  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact