Banyak orang Indonesia yang saya temui masih menganggap perusahaan asuransi sebagai perusahaan dengan misi amat mulia, yaitu memberikan proteksi kepada para nasabahnya. Yang sering dilupakan adalah perusahaan asuransi tetap saja merupakan sebuah entitas bisnis yang tujuan utamanya adalah membuat keuntungan. Proteksi tentu tidak akan diberikan kalau perusahaan tidak bisa untung. Bagaimana perusahaan asuransi membuat keuntungan? Salah satunya adalah dengan membatasi atau membuat jumlah klaim yang dilakukan seluruh nasabahnya sesedikit mungkin. Oleh karena itu, baca pasal-pasal di polis asuransi yang kita miliki secara seksama. Jangan hanya mempercayai penjelasan agen asuransi. Melalui polis itulah perusahaan asuransi berusaha membatasi pengeluaran mereka dan meningkatkan margin keuntungan mereka. Tak pernah ada 2 perusahaan asuransi yang sama isi polisnya. Asuransi bukannya tidak perlu. Memiliki asuransi malah merupakan salah satu tahap menuju cerdas finansial dalam buku-buku pengaturan finansial yang saya baca. Kita hanya perlu mempelajari isi polis yang kita miliki agar asuransi yang kita miliki benar-benar bisa kita ambil manfaatnya suatu hari. Sayangnya, inilah hal yang jarang dilakukan nasabah asuransi karena isi polis yang begitu panjang.
0 Comments
Dulu waktu saya pertama kali bekerja, yaitu Februari 2008 di usia 22 tahun, perencanaan keuangan pribadi saya hingga 8 tahun ke depan saya dasarkan pada aset pribadi yang ingin saya miliki pada usia 30 tahun, yaitu kesiapan uang muka untuk membeli rusunami, furniture seadanya untuk mengisi rusunami tersebut, sebuah mobil dan motor bekas. Setelah melakukan riset dan mengetahui total harga hal-hal di atas pada tahun 2008, saya memproyeksikan total harga tersebut di tahun 2016 dengan mengambil asumsi inflasi dari tahun ke tahun, antara 2008-2016, sebesar 10%. Ternyata jumlah uang tersebut di tahun 2016 sangat besar! Menyadari hal itu, sejak usia 22 tahun pun saya memaksimalkan sumber pendapatan saya, memulai gaya hidup sederhana (atau serba dihitung, menurut teman-teman saya) dan menyisihkan setidaknya 70% pendapatan bulanan saya untuk ditabung agar bisa mencapai jumlah uang di atas di tahun 2016. Saya pun menjalankan strategi lain, yaitu setiap kali saya sudah memiliki dana untuk membeli satu diantara aset cita-cita saya, maka saya langsung membelinya untuk mengurangi beban angka yang harus saya tabung setiap bulannya. Pada mulanya menjalani hal di atas terasa sangat berat, namun lama kelamaan menjadi ringan, karena beban angka yang harus ditabung lama kelamaan berkurang. Pada saat itu, saya belum memahami instrumen-instrumen investasi, seperti reksadana, obligasi, dll, yang sebenarnya mempunyai daya dongkrak ("leverage") untuk melawan inflasi tahunan dan mampu mengurangi jumlah yang saya tabung setiap bulannya antara usia 22-30 tahun. Sekarang, setelah berada di usia 30 tahun, adalah saatnya untuk berpikir untuk perencanaan keuangan selama beberapa dekade ke depan. Terus terang, godaan keuangan di usia 30 tahun ini, apalagi ketika pekerjaan kita sudah mulai stabil, kita sudah bisa memiliki aset-aset yang kita inginkan, dan kita belum menikah, adalah kita bisa jadi sangat boros, bila kita tidak menyadari apa yang harus kita siapkan untuk puluhan tahun ke depan. Salah satu hal yang harus mulai kita sadari dan persiapkan ketika kita menginjak usia 30 tahun adalah mempersiapkan uang kebutuhan hidup kita selama kita pensiun dari usia 55-75 tahun (angka harapan hidup rata-rata orang Indonesia). Dalam istilah keuangan, ini biasa disebut dana pensiun Ketika kita mulai melakukan perhitungan, kita akan sadar besarnya dana pensiun ini dan jumlah yang mulai harus kita tabung setiap bulannya sejak usia 30 tahun, bahkan bila kita menabung di instrumen investasi. Ambillah asumsi bahwa uang kebutuhan hidup kita dan istri kita setiap bulannya selama pensiun (usia 55-75 tahun) adalah Rp.10 juta berdasarkan standar hidup dan nilai harga-harga barang di 2016 ini. Bila kita memproyeksikan angka di atas pada tahun 2041 hingga 2061, dengan asumsi inflasi tahun ke tahun sebesar 6% (asumsi sangat moderat), lalu menjumlah semuanya dari tahun 2041 hingga 2061, maka total uang yang harus kita siapkan untuk uang kebutuhan hidup kita antara usia 55-75 tahun adalah Rp.11,3 milyar!! Jika kita berusaha mencapai jumlah angka di atas dengan berinvestasi pada instrumen yang bisa memberikan pengembalian sebesar 17% per tahun (di atas nilai inflasi sebesar 6% per tahun) seperti Reksadana, maka setiap bulannya sejak usia 30 tahun kita harus menabung di investasi tersebut sebesar Rp. 2,957 juta! Bila kita hanya menabung secara biasa, tidak di suatu instrumen investasi yang mampu melawan nilai inflasi, maka jumlah yang harus kita tabung setiap bulannya sejak usia 30 tahun adalah Rp.37,7 juta!! -jumlah yang bisa jadi sama sekali di luar penghasilan bulanan kita. Ini belum memperhitungkan bila kita punya beberapa anak dan jumlah yang harus kita tabung sejak saat ini di instrumen investasi untuk dana pendidikan setiap anak tersebut, setidaknya uang masuk SD, SMP, SMA, dan universitasnya. Dengan menggunakan kalkulator "compound rate" yang bisa kita temukan dengan mudah di Internet, kita bisa melihat besar biaya yang diperlukan ketika anak kita masuk SD, SMP, SMA, dan universitas nanti dengan memasukkan besar biaya-biaya tersebut saat ini dan asumsi nilai inflasi yang kita inginkan sebagai "compound rate" ke kalkulator tersebut. Di negara-negara maju, kesadaran masyarakat tentang dana-dana di masa depan yang perlu disiapkan sejak saat ini biasanya sudah cukup bagus dan menjadi alasan kenapa bahkan orang biasa di negara maju bisa memiliki penasihat keuangan pribadi. Di negara-negara berkembang, hal tersebut biasanya justru sebaliknya dan jadi salah satu penyebab sulitnya keluar dari kemiskinan struktural yang membelit masyarakatnya. Segalanya tampak ringan dan membuang-buang uang jadi begitu mudah jika kita tidak paham apa yang akan kita hadapi di masa mendatang dan apa yang harus kita persiapkan sejak sekarang. Tapi bila kita ingin hidup layak nantinya, masihkah kita mau membuang-buang uang kita saat ini? Jawabannya kembali ke diri kita sendiri. Wallahu a'lam bish shawaab Sumber foto: Internet |
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|