Terkadang kita terlalu sibuk "mengkafir-kafirkan" orang-orang di luar golongan kita, sampai kita lupa bahwa sebenarnya sebagai sesama manusia kita punya banyak cita-cita yang sama: kesehatan, hidup yang damai dan penuh kebahagiaan hakiki. Dan bahwa kita sebenarnya dapat bekerja bersama-sama sebagai satu spesies untuk mencoba mewujudkan cita-cita itu.
0 Comments
Banyak orang Indonesia yang saya temui masih menganggap perusahaan asuransi sebagai perusahaan dengan misi amat mulia, yaitu memberikan proteksi kepada para nasabahnya. Yang sering dilupakan adalah perusahaan asuransi tetap saja merupakan sebuah entitas bisnis yang tujuan utamanya adalah membuat keuntungan. Proteksi tentu tidak akan diberikan kalau perusahaan tidak bisa untung. Bagaimana perusahaan asuransi membuat keuntungan? Salah satunya adalah dengan membatasi atau membuat jumlah klaim yang dilakukan seluruh nasabahnya sesedikit mungkin. Oleh karena itu, baca pasal-pasal di polis asuransi yang kita miliki secara seksama. Jangan hanya mempercayai penjelasan agen asuransi. Melalui polis itulah perusahaan asuransi berusaha membatasi pengeluaran mereka dan meningkatkan margin keuntungan mereka. Tak pernah ada 2 perusahaan asuransi yang sama isi polisnya. Asuransi bukannya tidak perlu. Memiliki asuransi malah merupakan salah satu tahap menuju cerdas finansial dalam buku-buku pengaturan finansial yang saya baca. Kita hanya perlu mempelajari isi polis yang kita miliki agar asuransi yang kita miliki benar-benar bisa kita ambil manfaatnya suatu hari. Sayangnya, inilah hal yang jarang dilakukan nasabah asuransi karena isi polis yang begitu panjang. Dulu saya juga sempat memikirkan omongan orang-orang seperti Andriy ini. Barangkali saja mereka benar. Tapi kemudian saya dapat memutuskan sikap saya secara cepat setelah saya membuat pertanyaan analogi berikut untuk diri saya sendiri.
Seandainya saya bertemu dengan seorang bule di tengah jalan yang sangat memerlukan bantuan saya, akankah saya berkata "Maaf, saya tidak mau membantu Anda, karena Anda bukan orang Indonesia" ? Tentu tidak. Kalau saya bisa membantu, kenapa tidak saya bantu? Kemudian saya sadari bahwa menolak membantu seseorang atau sekelompok orang, apalagi yang sangat memerlukan, dikarenakan etnisnya (dia beda suku atau negara dengan kita) ataupun agamanya, sebenarnya adalah sikap rasis. Logikanya, dan sudah seharusnya sebagai sesama manusia, kita membantu siapa saja, manakala kita tahu ada yang perlu bantuan dan kita pun mampu. Tidak ada yang minta dilahirkan dalam suku A, B, atau C. Analogi yang sama juga berlaku untuk mereka yang enggan membantu karena merasa bahwa diri mereka sedang berada dalam "kesulitan". Sengaja saya beri tanda kutip pada kata "kesulitan", karena itu adalah persepsi subyektif. Bagi saya seperti ini. Hidup itu adalah ujian. Sepanjang hidup, kita akan selalu menemui hal yang bernama kesulitan. Kalau kita selalu menjadikan kesulitan sebagai alasan, maka kapan kita mulai akan berguna bagi manusia lainnya? Barangkali bukan kesulitan yang menjadi alasan sebenarnya. Barangkali sebenarnya keegoisan kita. Saya sendiri tak henti-hentinya kagum kepada sekian banyaknya contoh yang sudah saya temui berupa orang-orang yang secara ekonomi berada dalam kesulitan, namun sangat ringan tangan dan rela berbagi apapun yang mereka miliki kepada sesama. Kehadiran orang-orang mulia seperti ini, insya Allah, yang akan selalu jadi pengingat bagi saya untuk tidak mudah menjadikan "kesulitan" sebagai halangan untuk membantu orang lain. Bakong adalah salah salah satu generasi candi pertama Kamboja yang terletak di Hariharalaya (sekarang Rulous), ibukota pertama kerajaan Kamboja.
Candi ini dibangun pada 881 M oleh Indrawarman I, raja Kamboja. Penelitian para arkeolog, termasuk arkeolog senior Jaçques Dumarçay, mengungkapkan bahwa arsitektur candi ini terpengaruh Borobudur di Jawa. Selain merupakan candi pertama Kamboja yang memiliki bentuk berundak-undak, detail-detail bangunan Bakong nyaris sama dengan detail-detail di Borobudur. Dumarçay memperkirakan bahwa ada kemungkinan tukang-tukang dari Jawa didatangkan dalam konstruksi candi ini. Kenapa sebuah candi yang terletak jauh dari Jawa terpengaruh arsitektur candi Jawa? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat prasasti Sdok Kok Thom. Prasasti Sdok Kok Thom yang ditemukan di Kamboja bahwa Jayawarman II, pendiri dinasti Angkor Kamboja, dulunya besar dan dididik di Jawa, sebelum ia kembali ke Kamboja dan membebaskan Kamboja dari penjajahan Jawa. Kerajaan Jawa yang berkuasa saat itu adalah Mataram Kuno yang kekuasannya membentang dari pesisir Kamboja di Barat hingga selatan Filipina di timur (lihat prasasti Manila Bay di Filipina). Meskipun kemudian Kamboja mengembangkan arsitektur candinya sendiri, para arkeolog mengakui bahwa pengaruh arsitektur Jawa tetap terasa dan membuat candi-candi Khmer (kamboja) memiliki bentuk berbeda dibandingkan candi-candi di daerah sekitarnya seperti Thailand ataupun Myanmar. Inilah barangkali kenapa ketika saya melihat candi-candi Kamboja, saya merasa sedang melihat sepupu candi-candi Jawa seperti Prambanan dll. M. Arief Wibowo Sumber foto: Internet |
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|