Selalu ada alasan untuk mempelajari segala ilmu. Termasuk Genetika. Genetika adalah kunci untuk memahami ataupun memperdebatkan berbagai hal penting dalam kehidupan makhluk hidup dan manusia, seperti Evolusi, sejarah migrasi manusia dan anomali-anomali biologis. Salah satu anomali biologis yang tercatat dalam sejarah adalah fenomena Guevedoces, yakni wanita yang berubah jenis kelamin dan fisiknya menjadi pria di usia 12 tahun secara alamiah dalam jumlah cukup banyak di desa Salina, Republik Dominika. Bagaimana fenomena ini bisa terjadi? Pada manusia normal, penentuan jenis kelamin terjadi ketika manusia masih berupa janin di dalam kandungan. Di usia 8 minggu, bila seorang bayi membawa gen pria, maka kromosom Y-nya akan memerintahkan agar kelenjar gonad berubah menjadi testis. Juga, kromosom Y akan mengirimkan hormon testosteron ke organ tuberkel, sehingga organ ini, melalui keterlibatan enzim 5 reduktase, berubah menjadi penis. Pada janin yang akan menjadi wanita, pengiriman testosteron dan kehadiran enzim 5 reduktase di atas tidak terjadi, sehingga tuberkel memiliki bentuk yang kemudian kita kenal sebagai vagina. Setelah dilakukan penelitian oleh para ahli genetika, ternyata banyak dari populasi di desa Salina yang membawa dan mewariskan kelainan genetika, dimana penderitanya tidak bisa memproduksi hormon testosteron dan enzim 5 alfa reduktase dalam jumlah yang cukup ketika ia masih kecil. Ketika sang penderita masuk usia puber, barulah hormon testosteron dan enzim 5 alfa reduktasenya muncul dalam jumlah besar seperti pada manusia normal, sehingga terjadi perubahan jenis kelamin dan ciri-ciri fisik. Beberapa Guevedoces yang diwawancarai sendiri mengatakan bahwa walaupun mereka dulu terlahir sebagai wanita, sepanjang masa kecilnya mereka tidak tertarik untuk berdandan ataupun bermain bersama anak perempuan lainnya. Di bawah ini adalah foto beberapa pria dewasa yang dulunya terlahir sebagai wanita dan proses pertumbuhan penis pada janin yang, bagi Guevedoces, justru baru terjadi di usia 12 tahun.
0 Comments
Saya merindukan figur-figur ustadz yang fasih atau bisa memberikan pandangan tentang Kehampaan Kuantum (Quantum Vacuum) sebagai asal-muasal eksistensi, Alam Semesta Jamak (Multiverse) sebagai sumber Keselarasan Hukum-hukum Alam (Laws of Nature Fine Tuning), Migrasi Keluar Afrika (Out of Africa) umat manusia, atau barangkali rajin mendidik umat agar pintar berbisnis seperti rasulnya.
Di zaman kejayaan peradaban umat Islam, ustadz-ustadz yang fasih bicara dan forum-forum diskusi soal IPTEK atau filsafat di tengah-tengah umat jumlahnya melimpah. Kita masih belum bisa menyamai pencapaian para pendahulu kita. Sebuah link menarik:
http://kendaripos.fajar.co.id/2016/08/15/tersisa-tiga-rumpun-ras-bermata-biru-di-buton-selatan/ Permasalahan membeli rusunami di Jakarta itu ada dua.
Satu, banyak rusunami yang punya denah yang tidak enak, karena toilet diletakkan di lajur yang sama dengan dapur dan ruang keluarga. Perletakan seperti ini akan mengakibatkan ruang keluarga berukuran sangat sempit, karena panjang semua unit rusunami hanya 6 m. Untuk contoh, silakan lihat denah-denah terlampir. Saya tidak perlu sebut nama rusunaminya. Kalau mau cari rusunami yang ruang keluarganya panjang, cari yang toiletnya diletakkan di lajur yang sama dengan ruang tidur utama dan anak. Kedua ruang tidur itu akan lebih sempit daripada opsi denah yang satu lagi, tapi biasanya Anda masih bisa memasukkan lemari baju dan toh Anda hanya akan masuk ruang tidur ketika mau tidur kan? Dalam pandangan saya tidak masalah. Dua, banyak rusunami yang instalasi bangunannya bermasalah dan pengembangnya melakukan wanprestasi. Untuk cek apakah rusunami yang Anda incar bermasalah, Anda bisa ketik di Google "masalah apartemen (nama rusunami incaran Anda)". Selanjutnya saat kunjungan lapangan, Anda bisa bertemu dengan ketua RT/RW dari PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) untuk bertanya lebih detail. Dari riset pribadi saya sejauh ini, dari semua rusunami yang ada di Jakarta saat ini, rusunami yang terbebas dari masalah (1) dan (2) serta berada dekat dengan stasiun KA (kriteria pribadi saya ketika mencari properti) hanyalah sekitar 25%. Memang sungguh pelik masalah penyediaan hunian layak di Jakarta. Dulu waktu saya pertama kali bekerja, yaitu Februari 2008 di usia 22 tahun, perencanaan keuangan pribadi saya hingga 8 tahun ke depan saya dasarkan pada aset pribadi yang ingin saya miliki pada usia 30 tahun, yaitu kesiapan uang muka untuk membeli rusunami, furniture seadanya untuk mengisi rusunami tersebut, sebuah mobil dan motor bekas. Setelah melakukan riset dan mengetahui total harga hal-hal di atas pada tahun 2008, saya memproyeksikan total harga tersebut di tahun 2016 dengan mengambil asumsi inflasi dari tahun ke tahun, antara 2008-2016, sebesar 10%. Ternyata jumlah uang tersebut di tahun 2016 sangat besar! Menyadari hal itu, sejak usia 22 tahun pun saya memaksimalkan sumber pendapatan saya, memulai gaya hidup sederhana (atau serba dihitung, menurut teman-teman saya) dan menyisihkan setidaknya 70% pendapatan bulanan saya untuk ditabung agar bisa mencapai jumlah uang di atas di tahun 2016. Saya pun menjalankan strategi lain, yaitu setiap kali saya sudah memiliki dana untuk membeli satu diantara aset cita-cita saya, maka saya langsung membelinya untuk mengurangi beban angka yang harus saya tabung setiap bulannya. Pada mulanya menjalani hal di atas terasa sangat berat, namun lama kelamaan menjadi ringan, karena beban angka yang harus ditabung lama kelamaan berkurang. Pada saat itu, saya belum memahami instrumen-instrumen investasi, seperti reksadana, obligasi, dll, yang sebenarnya mempunyai daya dongkrak ("leverage") untuk melawan inflasi tahunan dan mampu mengurangi jumlah yang saya tabung setiap bulannya antara usia 22-30 tahun. Sekarang, setelah berada di usia 30 tahun, adalah saatnya untuk berpikir untuk perencanaan keuangan selama beberapa dekade ke depan. Terus terang, godaan keuangan di usia 30 tahun ini, apalagi ketika pekerjaan kita sudah mulai stabil, kita sudah bisa memiliki aset-aset yang kita inginkan, dan kita belum menikah, adalah kita bisa jadi sangat boros, bila kita tidak menyadari apa yang harus kita siapkan untuk puluhan tahun ke depan. Salah satu hal yang harus mulai kita sadari dan persiapkan ketika kita menginjak usia 30 tahun adalah mempersiapkan uang kebutuhan hidup kita selama kita pensiun dari usia 55-75 tahun (angka harapan hidup rata-rata orang Indonesia). Dalam istilah keuangan, ini biasa disebut dana pensiun Ketika kita mulai melakukan perhitungan, kita akan sadar besarnya dana pensiun ini dan jumlah yang mulai harus kita tabung setiap bulannya sejak usia 30 tahun, bahkan bila kita menabung di instrumen investasi. Ambillah asumsi bahwa uang kebutuhan hidup kita dan istri kita setiap bulannya selama pensiun (usia 55-75 tahun) adalah Rp.10 juta berdasarkan standar hidup dan nilai harga-harga barang di 2016 ini. Bila kita memproyeksikan angka di atas pada tahun 2041 hingga 2061, dengan asumsi inflasi tahun ke tahun sebesar 6% (asumsi sangat moderat), lalu menjumlah semuanya dari tahun 2041 hingga 2061, maka total uang yang harus kita siapkan untuk uang kebutuhan hidup kita antara usia 55-75 tahun adalah Rp.11,3 milyar!! Jika kita berusaha mencapai jumlah angka di atas dengan berinvestasi pada instrumen yang bisa memberikan pengembalian sebesar 17% per tahun (di atas nilai inflasi sebesar 6% per tahun) seperti Reksadana, maka setiap bulannya sejak usia 30 tahun kita harus menabung di investasi tersebut sebesar Rp. 2,957 juta! Bila kita hanya menabung secara biasa, tidak di suatu instrumen investasi yang mampu melawan nilai inflasi, maka jumlah yang harus kita tabung setiap bulannya sejak usia 30 tahun adalah Rp.37,7 juta!! -jumlah yang bisa jadi sama sekali di luar penghasilan bulanan kita. Ini belum memperhitungkan bila kita punya beberapa anak dan jumlah yang harus kita tabung sejak saat ini di instrumen investasi untuk dana pendidikan setiap anak tersebut, setidaknya uang masuk SD, SMP, SMA, dan universitasnya. Dengan menggunakan kalkulator "compound rate" yang bisa kita temukan dengan mudah di Internet, kita bisa melihat besar biaya yang diperlukan ketika anak kita masuk SD, SMP, SMA, dan universitas nanti dengan memasukkan besar biaya-biaya tersebut saat ini dan asumsi nilai inflasi yang kita inginkan sebagai "compound rate" ke kalkulator tersebut. Di negara-negara maju, kesadaran masyarakat tentang dana-dana di masa depan yang perlu disiapkan sejak saat ini biasanya sudah cukup bagus dan menjadi alasan kenapa bahkan orang biasa di negara maju bisa memiliki penasihat keuangan pribadi. Di negara-negara berkembang, hal tersebut biasanya justru sebaliknya dan jadi salah satu penyebab sulitnya keluar dari kemiskinan struktural yang membelit masyarakatnya. Segalanya tampak ringan dan membuang-buang uang jadi begitu mudah jika kita tidak paham apa yang akan kita hadapi di masa mendatang dan apa yang harus kita persiapkan sejak sekarang. Tapi bila kita ingin hidup layak nantinya, masihkah kita mau membuang-buang uang kita saat ini? Jawabannya kembali ke diri kita sendiri. Wallahu a'lam bish shawaab Sumber foto: Internet |
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|