0 Comments
Sepanjang sejarah terdapat peristiwa-peristiwa penting yang memiliki pengaruh besar bagi umat manusia. Yang termasuk dalam hal ini diantaranya adalah Perang Dunia I dan II.
Selain peristiwa-peristiwa yang cukup umum dikenal, menurut saya ada satu peristiwa yang penting sekali bagi peradaban manusia namun jarang dijelaskan di buku-buku sejarah. Peristiwa itu tak lain adalah Zaman Es ("Ice Age"). A. Kronologi Zaman Es Pada umumnya publik mengetahui bahwa manusia telah hadir pada Zaman Es dan Zaman Es hanya terjadi sekali di muka Bumi sebelum Bumi memiliki wajah seperti saat ini. Pada kenyataannya, telah terjadi 32 kali Zaman Es di Bumi sejak Zaman Es pertama kali terjadi 2,5 juta tahun yang lalu! Jarak antara puncak Zaman Es yang satu dan berikutnya tidaklah sama. Pada 2,5 juta hingga 1 juta tahun yang lalu, puncak Zaman Es terjadi setiap 41.000 tahun. Sementara sejak 1 juta tahun yang lalu hingga saat ini, puncak Zaman Es terjadi setiap 100.000 tahun. Antara puncak Zaman Es yang satu dengan yang lain terdapat periode dimana suhu Bumi kembali menghangat dan sebagian besar es mencair ("deglaciation"). Puncak Zaman Es yang terakhir sendiri adalah 21.000 tahun yang lalu. B. Penyebab Zaman Es Semenjak Louis Agassiz, ilmuwan Swiss, menemukan untuk pertama kalinya di tahun 1800-an bahwa pernah terjadi Zaman Es di muka Bumi, diperlukan waktu 100 tahun lagi untuk mengetahui bagaimana Zaman Es bisa terjadi di muka Bumi dan secara berulang-ulang. Adalah Milutin Milankovich yang berhasil menemukan pada tahun 1900-an bahwa periode-periode terjadinya Zaman Es bertepatan dengan tiga peristiwa astronomi. Tiga peristiwa tersebut dinamai Siklus Milankovitch dan terdiri dari: - Perubahan Bentuk Orbit Bumi Mengelilingi Matahari ("Eccentricity") Orbit Bumi dalam mengelilingi matahari senantiasa berubah dari bentuk lingkaran ke bentuk lonjong dan kembali lagi ke lingkaran. Siklus ini terjadi setiap 100.000 tahun. - Perubahan Kemiringan Sumbu Rotasi Bumi ("Obliquity") Bumi memiliki sumbu rotasi yang miring dan senantiasa berubah kemiringannya dari 21,8 ke 24,4 derajat dan kembali lagi ke 21,8 derajat. Siklus ini terjadi setiap 41.000 tahun. - Pergerakan Sumbu Rotasi Bumi ("Precession") Selain memiliki sumbu rotasi yang miring, ujung sumbu rotasi Bumi pun tidak selalu menunjuk ke arah yang sama di angkasa, melainkan melakukan pergerakan melingkar yang disebut "Precession". Satu gerakan melingkar penuh memakan waktu 23.000 tahun. Hal-hal di atas menyebabkan tidak semua belahan Bumi menerima panas matahari dalam jumlah yang sama dalam jangka waktu yang panjang . Belahan Bumi yang menerima panas yang lebih sedikit dalam jangka waktu yang panjang dan didukung beberapa faktor lainnya, seperti perubahan pola arus samudera yang sebenarnya berperan untuk menstabilkan suhu di daratan, menyebabkan belahan Bumi tersebut perlahan-lahan diselimuti lapisan es. Bila kita ingat film fiksi sains "The Day After Tomorrow", di film ini diceritakan bahwa Zaman Es kembali ke Bumi hanya dalam hitungan minggu karena berhentinya arus laut di Atlantik Utara yang berperan dalam menstabilkan suhu di Eropa dan Amerika Utara. Berhentinya arus laut tersebut tak lain adalah karena mencairnya bongkahan besar es di kutub utara Bumi disebabkan pemanasan global. Mencairnya bongkahan es yang terdiri dari air tawar tersebut merubah keseimbangan keasinan air laut yang, selain dari angin, menjadi sebab terjadinya arus laut. Selain perubahan keasinan air laut, dalam kenyataan, hal lain yang juga dapat merubah arus laut adalah perubahan posisi daratan yang diakibatkan pergerakan lempeng Bumi. C. Wajah Bumi Pada Zaman Es Saat Bumi mengalami Zaman Es, seperti pada puncak Zaman Es yang terakhir pada 21.000 tahun yang lalu, Eropa Utara dan Amerika Utara dilapisi es setebal 3 km. Pada saat itu, volume es yang menutupi Amerika Utara adalah sebesar 35% dari yang ada di seluruh Bumi. 32% berikutnya ada di Antartika, 15% di Skandinavia, 9% di Asia Timur, 5% di Greenland, dan 2% di pegunungan Andes. Bandingkan dengan saat ini dimana 86% volume es Bumi berada di Antartika dan 11,5% ada di Greenland, sehingga area lainnya di Bumi relatif bebas es dan bisa dihuni manusia. Membekunya sejumlah besar air di Bumi dalam wujud lapisan es pada saat Zaman Es, seperti di Zaman Es terakhir, menyebabkan permukaan lautan di seluruh Bumi turun sebanyak 120 m dan membuka area-area yang sebelumnya tergenang air laut menjadi daratan. Pada saat tersebut, kepulauan Inggris terhubungkan seluruhnya oleh daratan ke benua Eropa. Pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan terhubungkan seluruhnya oleh daratan ke Semenanjung Malaka. Papua terhubungkan oleh daratan ke benua Australia. Jepang terhubungkan oleh daratan ke Korea dan Cina. Timur benua Asia terhubungkan oleh daratan ke Alaska dan utara benua Amerika. D. Akibat Zaman Es Pada Peradaban Manusia Ketika banyak area terbuka menjadi daratan itulah terjadi peristiwa-peristiwa migrasi penting manusia ke sebagian besar penjuru dunia. Sejak muncul di Afrika Timur pada 200.000 tahun yang lalu, spesies manusia modern, alias Homo sapiens, telah masuk ke Nusantara pada 60.000 tahun yang lalu saat jembatan darat antara Asia Tenggara dan kepulauan di Nusantara mulai terbentuk ketika itu. Eropa, berikut kepulauan Inggris, dimasuki manusia pada 40.000 tahun yang lalu. Sementara itu Amerika Utara dimasuki melalui Asia Timur pada 20.000 tahun yang lalu. Para ahli bahkan menduga bahwa Zaman Es juga memiliki pengaruh penting bagi kemunculan dan persebaran spesies-spesies kerabat manusia sebelum Homo sapiens. Sebagai contoh, kemunculan Australopithecus, yang digadang-gadang sebagai nenek moyang manusia, pada 2 juta tahun yang lalu terjadi pada saat yang bersamaan ketika Bumi mulai mengalami Zaman Es dan merubah sejumlah besar hutan di Afrika menjadi savana. Ketika hutan berubah menjadi padang savana, maka primata yang sebelumnya tinggal di pepohonan dan bisa memperoleh makanannya dengan mudah di pepohonan, mau tak mau harus turun dari pohon dan mulai berjalan tegak untuk memperoleh makanannya yang kini hanya tersedia di savana. Peristiwa inilah yang menurut kaum Evolusionis menjadi motor pertama evolusi manusia dan primata yang turun ke savana dan mulai berjalan tegak itulah yang dinamai Australopithecus. E. Fauna Pada Zaman Es Pada Zaman Es bisa didapati juga aneka ragam mamalia raksasa, mulai dari mammoth, harimau taring pedang ("sabre tooth"), sloth raksasa, kanguru raksasa berwajah datar ("flat faced kangaroo"), harimau Tasmania, badak berbulu, dan banyak fauna unik lainnya. Fauna-fauna tersebut telah melewati zaman-zaman es sebelumnya, namun sebagian besar darinya punah di Zaman Es yang terakhir. Karena di Zaman Es terakhir itulah spesies manusia mulai tersebar meluas ke berbagai penjuru Bumi dan mulai memburu fauna-fauna tersebut secara sporadis. F. Masa Depan Bumi Mengingat bahwa puncak Zaman Es yang terakhir telah terjadi pada 21.000 tahun yang lalu, maka mengikuti siklus yang ada, kita tengah bergerak menuju puncak Zaman Es yang berikutnya. Hanya saja, segala sesuatunya kini menjadi lebih menarik, karena polusi CO2 yang disebabkan peradaban modern manusia justru tengah menggiring Bumi menuju pemanasan global. Pemanasan global ini, menurut banyak ahli, menghambat kedatangan Zaman Es berikutnya. Meskipun demikian, pemanasan global ini juga bukan sesuatu yang baik. Pemanasan ini mempengaruhi iklim lokal di banyak tempat, membunuh banyak spesies tanaman dan binatang yang bergantung padanya, dan mencairkan es di Kutub Utara. Bila suhu Bumi naik hingga 6 derajat, maka jumlah es yang mencair akan menyebabkan permukaan air laut global naik setinggi 12 m. Ini menjadi ancaman serius bagi banyak pemukiman manusia yang terdapat di pesisir. Saat ini saja, 13 dari 20 kota terbesar manusia terletak di pesisir. Menurut para ahli di konferensi sains di Exeter, Inggris, pada Februari 2005, kenaikan suhu di Bumi harus dijaga di bawah 2 derajat Celcius untuk mencegah perubahan alam yang drastis akibat pemanasan global. Ini merupakan tanggung jawab bersama umat manusia. Apakah pemanasan global atau Zaman Es yang akan berikutnya terjadi setelah masa kita hidup belum dapat kita ketahui secara pasti. Namun mana pun yang akan terjadi, dapat dipastikan akan mengubah wajah Bumi dan peradaban umat manusia yang berdiam di atasnya. Sudah agak lama saya tidak menulis tentang sains. Kali ini saya ingin membahas tentang rahasia yang ada di balik angka-angka di dalam semua hukum alam yang membangun jejaring alam semesta. Semoga bermanfaat.
Bagi mereka yang sering membaca buku-buku tentang atau bersinggungan dengan ilmu Kosmologi, Fisika, ataupun Kimia, ada satu fakta yang tidak bisa dibantah, bahkan oleh ilmuwan atheis sekalipun, yaitu: Seluruh konstanta (angka-angka) yang ada di dalam semua hukum alam (contoh: hukum gravitasi Newton, Relativitas, dll) "bekerja sama" sehingga makhluk hidup bisa tercipta di muka Bumi. Ketika salah satu angka di dalam salah satu hukum tersebut dirubah sedikit saja, maka makhluk hidup, termasuk manusia, tidak akan mungkin hadir di muka Bumi. Saya akan beri sedikit contoh saja dari luar biasa banyaknya angka yang sebenarnya ada di alam semesta: 1. Alam semesta kita bersifat 3 dimensi. Bila jumlah dimensi ini dirubah, maka keseimbangan gaya tarik menarik yang sudah ada antara benda-benda langit akan berubah. Sebagai contoh, bintang seperti matahari kita akan ditarik oleh gravitasi ke dalam intinya sendiri dan berubah menjadi lubang hitam yang justru akan menyedot seluruh benda di sekelilingnya. 2. Proton memiliki massa 1.6726 x 10-27 kg. Jika massanya lebih besar 0,2% saja, maka ia akan menjadi neutron dan membuat konstruksi atom apapun menjadi tidak stabil. 3. Gaya nuklir kuat dan gaya elektromagnetik adalah 2 dari 4 gaya fundamental yang mengatur alam semesta. Bila besaran gaya nukir kuat dirubah sebesar 0,5% saja dan besaran gaya eletromagnetik dirubah sebesar 4%, maka seluruh karbon dan oksigen yang menjadi bahan dasar kehidupan tidak mungkin tercipta di alam semesta. 4. Matahari kita memiliki massa 1.989 × 10^30 kg. Bila massa tersebut lebih kecil atau besar 20% saja, maka Bumi kita akan menjadi sedingin Mars atau sepanas Venus dan tidak bisa mendukung kehidupan. 5. Bumi berada pada jarak 149,6 juta km dari matahari. Bila Bumi berada lebih dekat sedikit saja, seluruh makhluk hidup akan terpanggang. Sementara bila Bumi berada lebih jauh sedikit saja dan panas matahari yang diterima Bumi berkurang hingga 13%, akan terbentuk lapisan es setebal 1 km di muka Bumi. 6. Bumi berotasi pada sumbunya dengan kecepatan 1.670 km/jam di khatulistiwa. Bila kecepatan ini berkurang, molekul-molekul gas yang terbentuk di muka Bumi akan terserap ke dalam Bumi oleh efek gravitasi. Sementara bila kecepatan ini meningkat, atmosfer akan menjadi terlalu panas. 7. Kemiringan Bumi terhadap sumbu rotasinya adalah 23,27 derajat. Bila kemiringan ini berkurang atau bertambah, maka perbedaan suhu antara kutub dan khatulistiwa akan menjadi terlalu besar. Suhu di daerah kutub dan khatulistiwa sendiri akan menjadi terlalu panas atau dingin untuk didiami makhluk hidup. 8. Orbit Bumi dalam mengelilingi matahari berbentuk bulat dan hanya memiliki kelonjongan 2%. Planet lain, seperti Merkurius, memiliki orbit dengan kelonjongan 20%. Ini menyebabkan permukaan planet tersebut meningkat 93 derajat celcius ketika berada di titik terdekat dengan matahari dan membuat kehidupan tidak mungkin. 9. Atmosfer Bumi terdiri dari 78% nitrogen, 21% oksigen, 1% argon dan 0,03% karbondioksida. Bila kadar oksigen lebih sedikit, maka pernapasan makhluk hidup akan menjadi sulit dan lebih sedikit ozon yang dihasilkan untuk menghalangi sinar UV. Sementara bila kadar oksigen lebih banyak, maka oksidasi di permukaan Bumi akan meningkat dan batuan serta logam akan terkikis sangat cepat. Hal yang sama berlaku untuk CO2. Bila jumlah CO2 lebih sedikit, jumlah senyawa bikarbonat di laut akan berkurang dan membuat lautan jadi asam. Sementara bila jumlahnya meningkat, akan menyebabkan suhu Bumi meningkat dan membentuk residu alkali berbahaya di laut. Di dalam ilmu Kosmologi, Fisika dan Kimia, fenomena sebagaimana dicontohkan di atas disebut "fine tuning", dimana semua angka yang ada di seluruh hukum alam dipilih secara cermat ("fine tuning") sehingga makhluk hidup, termasuk manusia, bisa muncul di planet yang bernama Bumi ini. Saya pertama kali membaca soal fenomena ini pada awal-awal masa kuliah di dalam buku yang berusaha mempopulerkan kreasionisme (keyakinan bahwa alam semesta diciptakan Tuhan) karya penulis Muslim, Harun Yahya. Namun ketika beberapa tahun kemudian saya mempelajari Kosmologi dan Fisika Kuantum secara otodidak dan melahap buku-buku karya Stephen Hawking, Neil de Grasse Tyson, Lawrence M. Krauss, dll, saya menemukan lagi pembahasan soal fenomena "fine tuning" ini yang diamini oleh ilmuwan-ilmuwan yang sebenarnya mayoritas agnostik dan atheis tersebut. Sebagai contoh, di dalam salah satu bukunya yang saya baca dan berjudul "The Grand Design", Hawking yang atheis mengakui bahwa pemilihan seluruh angka yang ada di semua hukum alam sungguh cermat, sehingga kehidupan yang sebenarnya bersifat sangat rapuh akhirnya bisa muncul di muka Bumi. Bila salah satu angka tersebut dirubah sedikit saja, maka kehidupan pasti akan musnah. Bagi mereka yang percaya Tuhan, fenomena ini jelas menunjukkan keberadaan Tuhan, dimana Tuhan yang tahu bagaimana supaya kehidupan bisa muncul di Bumi telah memilih setiap angka tersebut secara tepat. Hanya saja, ilmuwan-ilmuwan atheis semacam Hawking berusaha mencari penjelasan lain tentang bagaimana angka-angka tersebut bisa terpilih secara tepat, misalnya melalui keberadaan alam semesta jamak (multiverse) yang selama ini merupakan hipotesa paling populer dari kalangan atheis. Sebenarnya hipotesa alam semesta jamak banyak dibantah oleh kalangan ilmuwan atheis sendiri dan akan saya bahas secara terpisah di tulisan saya yang lain. Sumber: - Stepehen Hawking & Leonard Mlodinow, "The Grand Design", Bantam Books - Harun Yahya, "Menyingkap Rahasia Alam Semesta", penerbit Dzikra - https://en.m.wikipedia.org/wiki/Fine-tuned_Universe Tulisan ini melanjutkan tulisan saya sebelumnya tentang beberapa pertanyaan di bidang Astrofisika yang diajukan seorang teman kepada saya beberapa waktu yang lalu. Ia bertanya, "Apa itu Energi Gelap (Dark Energy)?"
Secara singkat, Energi Gelap adalah energi yang mendorong alam semesta kita untuk mengembang ke segala arah. Besarnya energi ini, yang saat ini belum diketahui, akan menentukan bagaimana alam semesta kita akan berakhir. Untuk memahami tentang Energi Gelap ini lebih baik, berikut adalah penjelasan saya: Di abad 20, kita mengetahui bahwa alam semesta kita bermula sebagai suatu titik yang sangat kecil namun mengandung energi tidak stabil yang besarnya tak terbayangkan dan kemudian meledak ke segala arah berkat penemuan Edwin Hubble, yang namanya kini diabadikan menjadikan nama teleskop. Hubble meneliti spektrum cahaya yang dipancarkan berbagai galaksi (redshift) dan menemukan bahwa galaksi-galaksi ternyata saling bergerak menjauh dari satu sama lain. Bila saat ini galaksi-galaksi saling bergerak menjauh, Hubble menyimpulkan, dulunya galaksi-galaksi ini dan semua materi yang ada di alam semesta pastilah berasal dari suatu titik. Di titik tersebut, seluruh materi dan energi yang ada di alam semesta pasti dimampatkan menjadi suatu titik yang sangat kecil, sehingga akhirnya meledak dan bisa bergerak ke segala arah seperti sekarang. Peristiwa ledakan inilah yang disebut Dentuman Besar (Big Bang). Setelah penemuan Hubble ini, para ilmuwan yang melakukan penelitian tentang ekspansi alam semesta baru-baru ini menemukan bahwa ternyata alam semesta kita berkembang dengan kecepatan yang justru semakin bertambah setiap waktu (berakselerasi)! Bagi mereka, ini adalah di luar logika, karena seharusnya setelah 13,8 milyar tahun peristiwa Dentuman Besar terjadi, kecepatan ekspansi alam semesta kian menurun seiring waktu. Dari akselerasi ekspansi alam semesta inilah para ilmuwan kemudian berpendapat bahwa pasti ada suatu energi kasat mata yang saat ini belum bisa dideteksi oleh instrumen manusia dan mendorong terjadinya ekspansi ini. Energi inilah yang disebut Energi Gelap. Mengetahui besarnya energi gelap ini akan dapat membantu kita mengetahui, bagaimana alam semesta kita akan berakhir. Sebenarnya, alam semesta kita memiliki kecenderungan untuk berkumpul lagi menjadi satu, karena gaya gravitasi benda-benda langit yang bermassa lebih besar selalu menarik benda-benda langit yang bermassa lebih kecil. Bila besarnya Energi Gelap ini lebih kecil dari total gaya gravitasi yang ada di alam semesta, maka suatu saat ekspansi alam semesta yang saat ini tengah terjadi pasti akan berhenti dan alam semesta akan kembali berkumpul menjadi satu seperti awal mulanya. Inilah yang disebut Rengkuhan Besar (Big Crunch). Sebaliknya, bila besarnya Energi Gelap ini lebih besar dari total gaya gravitasi yang ada di alam semesta, alam semesta pasti akan berakhir dengan tercerai berai kemana-mana. Peristiwa ini disebut sebagai Koyakan Besar (Big Rip). Karena materi yang diperlukan untuk proses pembakaran bahan bakar bintang-bintang akan semakin menjauh, maka dalam skenario Koyakan Besar ini suatu saat bintang-bintang akan mati dan alam semesta akan berakhir dalam kegelapan dan kedinginan. Secara lebih detail, sebenarnya ada beberapa skenario berakhirnya alam semesta, namun seluruhnya berada di bawah dua kategori besar, yaitu Rengkuhan Besar dan Koyakan Besar. Nah, bagian terakhir tulisan ini sebagaimana di bawah dapat dibaca bila Anda Muslim. Walaupun saat ini belum persis diketahui skenario mana yang akan terjadi, namun bila Anda Muslim, maka skenario yang kemungkinan akan terjadi adalah Rengkuhan Besar. Itu karena saya menemukan ayat di bawah ini di Al-Qur'an: “Pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakan.” (Qs. Al-Anbiyaa’: 104). Mungkin ketika proses "menggulung" itu dimulailah, maka posisi benda-benda langit mulai menjadi kacau, seperti terbitnya matahari dari barat sebagaimana dikatakan Rasulullah: "Tidak akan terjadi Kiamat sehingga matahari terbit dari sebelah barat.." Di saat-saat terakhir, kecepatan gulungan itu bisa jadi lebih cepat lagi karena Al-Qur'an juga menyatakan: "Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu". (Qs. An-Nahl: 17) Wallahu a'lam bish shawaab. Sumber foto: Internet Apa yang Menyebabkan Terjadinya Gravitasi dan Gerakan Planet-planet Mengelilingi Matahari?6/10/2016
Abad modern datang dengan penemuan dan digunakannya bohlam lampu secara meluas di berbagai aspek kehidupan. Bahkan sebuah kota sering dinilai tidak modern kalau tidak gemerlap dengan cahaya. Tapi sadarkah kita, apa yang hilang ketika sebuah kota terang benderang bermandikan cahaya seperti saat ini? Keindahan pemandangan langit malam seperti yg ada di foto ini!
Apakah Grand Unified Theory (GUT) alias Theory of Everything (ToE) yang sebentar lagi filmnya akan keluar itu?
Manusia baru mengenal lukisan gaya abstrak mendekati era modern, tapi Allah sudah tahu soal itu sejak awal alam semesta.
Artikel ini mengupas beberapa dari sekian banyak rasi bintang yang dikenal orang-orang Indonesia zaman dulu dan bagaimana mereka menggunakannya untuk menentukan awal musim bertanam dan arah mata angin tanpa menggunakan kompas.
Bimasakti bukanlah nama untuk tata surya kita yang terdiri dari matahari dan 8 buah planet termasuk Bumi, melainkan nama galaksi dimana tata surya kita hanyalah satu dari sekian banyak tata surya yang mengitari pusatnya.
|
TOPICS
All
MONTHS
December 2019
|