ARIEF ONLINE
  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact

Realisme Struktural Ontik dalam Fisika Kuantum dan Pratityasamutpada dalam Buddhisme

31/1/2016

1 Comment

 
Picture

​Sebuah ide atau pemikiran dalam bidang filsafat seringkali dapat meramalkan kedatangan sebuah penemuan dalam bidang sains di masa depan. Sebagai contoh, di Yunani abad ke-4 SM terdapat 2 pendapat tentang keberadaan elemen dasar yang membentuk alam semesta.

Aristoteles berpendapat bahwa setiap benda di alam semesta dapat terus dibagi lagi menjadi benda yang lebih kecil tanpa henti, sementara Demokritus berpendapat bahwa pembagian benda tersebut tidak mungkin tanpa hingga. Pada akhirnya, pasti ada bentuk paling kecil yang menyusun semua benda, dimana bentuk tersebut tidak bisa dibagi lagi. Ia menamakan bentuk terkecil itu sebagai atom (dalam bhs. Yunani, "a" = tidak, "tomos" = terbagi).

Sejak penelitian Kimia dan Fisika tentang elemen dasar pembentuk materi dimulai di Barat di abad-19, hasil-hasil eksperimen lab membuktikan bahwa pendapat Demokritus ternyata lebih cocok untuk menerangkan hasil-hasil yang didapat daripada pendapat Aristoteles. Sejak saat itu pula lah telah muncul beberapa teori tentang bentuk dan struktur elemen dasar penyusun materi, mulai dari model atom a la Dalton, Thomson, Rutherford dan Bohr (Silakan lihat :http://www.projectsharetexas.org/…/EvolutionOfAtomicModel.p…).

Sejak Fisika Kuantum mulai dikembangkan di awal abad-20 oleh Max Planck dan Einstein, 2 ilmuwan Jerman, ada lagi teori-teori baru tentang bentuk elemen dasar penyusun materi setelah teori Bohr. Teori Brane menyatakan bahwa elemen terkecil penyusun materi justru berbentuk untaian benang sangat kecil yang berdimensi tinggi (4 dimensi atau lebih). Karena kita tinggal di dunia 3 dimensi, untaian benang ini dipersepsikan sebagai sebuah titik di dunia kita. Salah satu perubahan paradigma mendasar yang dilakukan oleh Teori Brane adalah bahwa kita sebenarnya tidak akan pernah bisa mengetahui dan menentukan posisi persis sebuah atom, melainkan hanya bisa memperkirakan kemungkinan-kemungkinan posisinya melalui sebuah fungsi matematis yang mengatur perilaku dasar untaian benang yang dijelaskan oleh teori ini. Silakan baca lebih lanjut soal teori Brane disini:https://en.m.wikipedia.org/wiki/Brane.

Setelah teori Brane, masih ada lagi 1 teori baru tentang elemen dasar pembentuk materi, yaitu Realisme Struktural Ontik (Ontic Structural Realism) yang akan saya singkat sebagai RSO. Pada dasarnya, RSO menjelaskan bahwa elemen terkecil yang menyusun semua materi sebenarnya adalah sebuah ilusi. Menurut RSO, di alam semesta ini justru sebenarnya tidak ada elemen dasar penyusun materi. Alam semesta justru terdiri dari sifat-sifat dasar ("property"), yang diantaranya adalah rasa, bau, warna, dan lain-lain, dimana sifat-sifat itu bisa dijelaskan oleh sebuah fungsi Fisika dan matematis.

Dalam pandangan RSO, hal yang selama ini kita pandang sebagai elemen dasar pembentuk alam semesta sebenarnya tak lain adalah ilusi yang muncul ketika sifat-sifat dasar yang membentuk alam semesta saling bersilangan. Dalam pandangan RSO, sebagai contoh, ketika Anda melihat ada sebuah bola hijau di depan Anda, bola itu sebenarnya tidak ada. Bola itu tak lain adalah ilusi yang muncul di otak Anda ketika sifat hijau dan sifat bulat (ingat, dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia, "bulat" adalah kata sifat) bertemu di satu tempat yang sama di depan mata Anda.

RSO sendiri muncul akibat kegagalan teori-teori terdahulu untuk menjelaskan beberapa perilaku anomali atom di tingkatan kuantum dalam beberapa eksperimen Fisika. Ketika pertama kali tahu membaca tentang teori ini, saya serta merta teringat dengan konsep Anatta dan Pratityasamutpada dalam filosofi Buddhisme, salah satu filsafat Timur. Buddhisme memandang bahwa segala sesuatu tidak memiliki inti diri (Anatta). Dengan kata lain, segala sesuatu tidak memiliki elemen penyusun.

Alih-alih demikian, Buddhisme memandang bahwa semua makhluk di dunia muncul sebagai akibat pertemuan (Pratityasamutpada) dari 12 sebab dasar yang saling tergantung (Nidana), yaitu: 1. Ketidaktahuan / kebodohan
2. Bentuk-bentuk perbuatan / Karma
3. Kesadaran
4. Batin dan Jasmani
5. Enam indera
6. Kesan-kesan
7. Perasaan
8. Keinginan / kehausan
9. Kemelekatan
10. Proses tumimbal lahir
11. Kelahiran kembali
12. Kelapukan, kematian, sakit

Semua makhluk akan selalu muncul dan terlahir di dunia selama 12 sebab dasar ini selalu ada. Karena tujuan Buddhisme adalah mencapai Nirvana dan menghentikan proses reinkarnasi makhluk ke alam dunia yang dipandang penuh kesengsaraan ini, maka tujuan praktek-praktek Buddhisme adalah menghapus 12 Nidana ini dari diri seseorang. Dari semua filsafat dan agama yang pernah saya pelajari hingga kini, setahu saya, hanya Buddhisme lah yang punya pendapat tentang bentuk dari elemen dasar yang membentuk materi. Agama saya, Islam, setahu saya pun tidak punya pandangan tertentu terkait hal ini.

Walaupun konsep RSO dalam Fisika Kuantum dan konsep Pratityasamutpada dalam filosofi Buddhisme tidak sama persis, tapi bagi saya keduanya menarik karena bertolak dari cara pandang yang sama: Tidak ada elemen dasar yang membentuk semua materi di alam semesta dan semua penampilan ragawi adalah ilusi. Keduanya adalah cara alternatif dan unik dalam memandang semua yang terbentuk di alam semesta. Tentu saja kita tidak tahu apakah RSO ini memang benar. Hanya penelitian-penelitian saintifik mendatang dan waktu saja lah yang dapat membuktikannya.

Wallahu a'lam bish shawaab.

1 Comment

Apa yang Terjadi Bila Ukuran Otak Manusia Diperbesar?

20/1/2016

0 Comments

 

Waktu kira-kira kelas 4 SD, saya pernah bertanya ke diri sendiri: Kenapa ya Tuhan cuma kasih manusia otak dengan ukuran segini? Kenapa gak kasih manusia dengan ukuran otak yg lebih besar?

Waktu itu saya coba menjawab pertanyaan saya sendiri: Mungkin kalau diberi otak lebih besar, skala kerusakan yang bisa dilakukan manusia terhadap sesama dan lingkungannya akan jauh lebih besar. Dengan ukuran otak seperti ini saja manusia sudah sering bikin perang, rusak lingkungan, dll. Waktu itu saya sama sekali tidak berpikir bahwa mungkin saja dengan otak yg lebih besar manusia akan lebih memahami konsekuensi2 tindakannya dan malah berubah jadi makhluk yg lebih banyak berbuat hal baik bagi lingkungannya.

Untuk waktu yang lama saya cukup puas dengan jawaban itu sampai beberapa waktu lalu saya membaca artikel "The Limits of Intelligence" di edisi akhir tahun Scientific American (SA), sebuah majalah favorit saya yang biasanya justru membahas masalah Kosmologi, Astrofisika, dan Fisika Kuantum. Jarang sekali SA membahas soal Biokimia yang menjadi landasan cara kerja otak dan tubuh manusia.

Apa yang terjadi bila ukuran otak manusia diperbesar? Manusia malah akan menjadi makhluk yang bodoh dan rakus -tidak memikirkan apa2 kecuali makan! Kira2 itu intisari jawaban yang diberikan artikel yang membahas penelitian2 terakhir di bidang Neurosains ini. Lho kok bisa begitu?

Ada dua hal utama yang perlu dipahami:
1) Otak manusia yang tersusun dari 16 milyar neuron terbuat dari protein sebagaimana anggota tubuh lainnya. Ketika otak diperbesar, akan ada beberapa konsekuensi yg harus dihadapi karena otak manusia terbuat dari bahan ini.

2) Otak manusia bekerja dengan menggunakan prinsip thermodinamika. Ketika otak diperbesar, akan ada konsekuensi2 yg harus dihadapi pula karena otak manusia bekerja dengan prinsip ini. Artikel ini lantas mencoba mengeksplorasi satu per satu cara yang mungkin dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan manusia. Tapi ternyata tidak ada satupun yg akan berhasil, karena terbentur dua kendala utama di atas.

Berikut adalah beberapa cara yang dibahas di artikel tsb:

1) Meningkatkan ukuran otak dengan menambah jumlah neuron, sehingga kapasitas berpikir manusia meningkat. Akibat: Tambahan neuron tsb akan membuat konsumsi energi otak melonjak. Saat ini saja otak manusia sudah mengkonsumsi 20% kalori yg masuk ke tubuh dan menjadi satu2nya organ yg mengkonsumsi energi paling banyak.

​ Ketika otak bertambah besar, axon-axon pun akan bertambah panjang sehingga kecepatan berpikir justru akan turun. Selain itu, ukuran otak yg lebih besar akan membuat sebuah bayi memiliki kepala lebih besar dan sulit dilahirkan dengan cara normal. Bagaimana bayi2 yg harus dilahirkan di daerah2 dimana tidak terdapat Rumah Sakit?

Picture
Picture

2) Menambah jumlah koneksi antara neuron-neuron yg sudah ada, sehingga kecepatan berpikir akan meningkat. Akibat: Tambahan koneksi ini akan mengambil tempat dan membuat ukuran otak lebih besar. Lihat konsekuensi dari hal ini di point no (1) di atas.

3) Meningkatkan kecepatan transfer sinyal melalui axon, dengan harapan untuk meningkatkan kecepatan berpikir, dengan tetap menjaga jumlah neuron dan koneksi antar neuron yg sudah ada. Akibat: Kecepatan transfer sinyal melalui axon hanya bisa dilakukan dengan mempertebal axon. Sayangnya ini akan membuat kebutuhan pasokan energi manusia terlalu tinggi dan lagi-lagi meningkatkan ukuran otak manusia.

4) Menambah jumlah neuron ke dalam ukuran otak yang sudah ada dengan harapan meningkatkan kapasitas berpikir manusia. Akibat: Karena ukuran otak yg ada harus dipertahankan, otomatis ukuran axon atau neuron harus diperkecil. Ini akan menciptakan "noise" (gangguan) dalam proses berpikir manusia.

​ Sebagai kesimpulan, artikel ini mengatakan bahwa ukuran maupun desain otak manusia yg ada saat ini sudahlah optimal terkait dengan kecerdasan yg dimiliki manusia. Artikel ini menyebutkan bahwa hal tsb adalah hasil dari evolusi primata selama jutaan tahun menjadi manusia. Tapi Anda boleh juga percaya bahwa ini adalah kebijaksanaan Yang Maha Kuasa.

0 Comments

Bagaimana Geografi Mempengaruhi Karakter, Nasib dan Masa Depan Suatu Bangsa

19/1/2016

0 Comments

 
Picture

Geografi ternyata penting dan mempengaruhi nasib banyak hal yang mengambil tempat di muka Bumi, termasuk peradaban manusia. 

Hal di atas pertama kali saya sadari ketika beberapa tahun yg lalu saya mulai mencari jawaban untuk sebuah pertanyaan di benak saya: Kenapa peradaban Islam di Spanyol Abad Pertengahan akhirnya bisa runtuh?

Setelah membaca banyak artikel dan buku tentang peradaban Islam di Spanyol untuk mencari jawabannya dan mencoba menarik sebuah benang merah, ternyata saya sampai pada sebuah kesimpulan yg tidak saya duga sebelumnya: Peradaban Islam di Spanyol bisa runtuh karena kerajaan Islam yang ada disana mengambil strategi-strategi politik yang keliru di tengah2 posisi kerajaan tersebut yang ada di Semenanjung Iberia. 

Keyakinan bahwasanya geografi adalah sesuatu yang cukup berpengaruh atas banyak hal tumbuh semakin kuat ketika saya bertemu buku-buku geopolitik seperti "Revenge of Geography" dan "The Next 100 Years".

Amat penting untuk dipahami bahwa ketika kita bicara geografi, kita tidak hanya bicara tentang letak suatu negara di muka Bumi. Kita juga berbicara tentang bagaimana jenis sumber daya alam yang dimiliki suatu negara akan berpengaruh pada corak masyarakat tersebut ke depannya dan apakah negara lain akan memiliki kepentingan terhadap negara tersebut.
Kita juga berbicara tentang bagaimana bentang alam akan menentukan apakah suatu bangsa akan berhasil membentuk sebuah budaya yang homogen dan uniter (contoh: Jepang) atau plural dan divergen (contoh: Indonesia). Dan kita juga berbicara tentang apakah letak suatu negara dapat menjadi batu sandungan bagi negara lain untuk memperoleh hal yang diinginkannya di belahan dunia yang lain.

Ketika digabungkan dengan perubahan iklim secara drastis, geografi adalah jawaban kenapa peradaban-peradaban dunia yang pernah tumbuh besar akhirnya bisa tumbang: Aztek, Inka dan Maya. Ketika dihubungkan dengan lalu lintas perdagangan, geografi juga menjadi jawaban kenapa beberapa bangsa sangat mudah menerima pengaruh dari luar disebabkan oleh letaknya. Indonesia salah satunya.

Geografi juga dapat menjawab beberapa pertanyaan terhadap peristiwa sejarah: kenapa Jepang menginvasi Manchuria dan Cina di awal PD 2? 

Jepang, yang sebelumnya selalu menjadi pengekor peradaban Cina dan tidak pernah diperhitungkan hingga era Revolusi Industri, pada akhirnya harus mengubah corak masyarakatnya menjadi industrialis, ketika melihat corak masyarakat agraris yang selama ini dimilikinya tidak berdaya ketika dihadapkan pada negara-negara Barat (terutama AS, di bawah Komodor Perry) yang notabene adalah bangsa-bangsa industrialis dan melakukan tekanan militer terhadap Jepang untuk membuka pintu perdagangan terhadap Barat di era Revolusi Industri.

Sesegera Jepang yakin pada keputusan itu dan melakukan ekspansi industri, secepat itu pulalah Jepang dihadapkan pada satu kenyataan geografis: negaranya tidak memiliki sumber daya-sumber daya mineral yang diperlukan dalam sebuah proses industrialisasi secara besar-besaran.

​Tidak ada jalan lain kecuali melakukan invasi terhadap negara-negara tetangganya yang kaya akan SDA tsb: Manchuria dan Cina. Memperoleh mineral secara damai melalui jalur perdagangan bukanlah pilihan menarik bagi Jepang saat itu, mengingat Jepang memiliki keunggulan teknologi militer yang signifikan dibandingkan negara-negara tetangganya.

Pada akhirnya kalau direnungkan, suka tidak suka, sejarah dan masa depan kita banyak ditentukan oleh tempat yang kita diami di muka Bumi. Itu tak lain adalah geografi.

0 Comments

Akan Seperti Apakah Dunia Dalam 100 Tahun Mendatang?

19/1/2016

0 Comments

 
Picture
Bravo! Itulah komentar saya ketika akhirnya selesai membaca buku ini 3 minggu yang lalu.

Walau mungkin saja ada beberapa ramalan di buku ini yang tidak akan terjadi, tapi dengan membaca keseluruhan buku ini, setidaknya saya mendapat bayangan, akan seperti apa dunia dalam 100 tahun mendatang secara teknologi, demografi, tatanan sosial, agama, konstelasi politik dan konflik internasional.

Walaupun tidak menjadi bahasan utama dalam buku ini, akhirnya saya juga mendapatkan penjelasan kenapa seks bebas, perceraian, dan beberapa fenomena sosial menjadi semakin lazim saja di abad modern ini.
Untuk memperkirakan keadaan dunia di masa depan, sang penulis yang merupakan seorang pakar geopolitik dan mantan staf senior CIA menggunakan geopolitik sebagai alat analisa utamanya dengan menjadikan keadaan dunia saat ini sebagai titik tolaknya.

Penulis memulai dengan menganalisa keadaan demografi, ekonomi, ketersediaan SDA, kemajuan teknologi dan letak setiap negara yang ada di setiap kawasan -mulai dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur, hingga benua Amerika- untuk melihat kepentingan dan konflik antar negara yang akan tercipta di tiap kawasan.

Setelah dinamika setiap kawasan dapat dibaca, ia lantas memperkirakan bagaimana dinamika itu akan membentuk kekuatan tarik-menarik antara berbagai belahan dunia dan menciptakan konflik-konflik di Bumi dalam 100 tahun mendatang.

Diantara beberapa hal yang ia ramalkan akan terjadi di dunia dalam 100 tahun mendatang secara berurutan adalah:
1. Perang antara AS dan kelompok Islam radikal. 
2. Kemandekan ekonomi Cina dan kegagalannya untuk menjadi negara adidaya. 
3. Perpecahan Russia. 
4. Kemunculan 3 kekuatan adidaya baru yg akan menyaingi AS: Polandia, Jepang dan Turki yg akan berhasil mempersatukan sebagian besar dunia Islam. 
5. Perang Dunia 3 antara 2 faksi: Polandia-AS vs. Jepang-Turki 
6. Kemunculan sebuah adidaya baru pasca usainya PD-3 yang akan siap menghabisi AS: Mexico.

Mengingat buku ini ditulis di tahun 2009 ketika ISIS belum muncul dan orang-orang sangat optimis dengan perkembangan ekonomi Cina, menarik untuk melihat bagaimana beberapa hal yg diramalkan buku ini sekarang mungkin sudah mulai terjadi: kemunculan sebuah kekuatan Islam radikal yg sangat berpengaruh dan merosotnya ekonomi Cina.

Terlepas dari akan berhasil atau tidaknya sang pengarang memenuhi seluruh ramalannya, buku ini tetap akan menjadi bacaan yang menarik karena akan banyak mengajarkan kepada kita bagaimana kehidupan di dunia ini, dalam berbagai tingkat, amat sarat kepentingan, termasuk dalam hubungan antar negara.
​
Harga: Rp.267 ribu
Bisa dibeli di: Periplus

0 Comments

Bahasa Arab, Hijab, dan "Sholat" Bukan Hanya Punya Umat Islam

11/1/2016

1 Comment

 

​Sampai saat ini saya masih melihat segelintir umat Islam yang memberikan komentar negatif terhadap Kristen Ortodoks Syria (KOS).

KOS dianggap "meniru" Islam, karena menggunakan bhs. Arab dalam kitab suci dan ibadahnya, memiliki ritual ibadah yang menyerupai sholat, dan kaum wanitanya berhijab. Komentar negatif ini tentu perlu disayangkan karena bersumber dari ketidaktahuan terhadap sejarah dan tradisi agama-agama Abrahamik di luar Islam.

Terkait ini, saya ingin memberi beberapa penjelasan. Pertama, perlu dipahami bahwa Kristen pada awalnya adalah sebuah agama Timur Tengah. Meskipun pusat Kekristenan (Christendom) kemudian bergeser ke Eropa pada Abad Pertengahan, salah satunya karena kemunculan Islam di Timur Tengah, di Timur Tengah masih terdapat kantung-kantung masyarakat Kristen, seperti umat Kristen Koptik, umat Kristen di Palestina, maupun Syria.

Sebagian dari mereka menggunakan bahasa Arab dalam kitab suci dan ritual-ritual ibadahnya. Masih ingat kan tentang pendeta Bukhaira yang pernah bertemu dengan Rasulullah ketika beliau berdagang ke Syam (Syria)? Umat Kristen Syria sudah ada pada saat itu.

Kedua, menggunakan pakaian yang menutupi bagian-bagian tubuh yang dapat memancing perhatian kaum Adam (disebut "hijab" dalam Islam) bukan hanya dilakukan kaum wanita umat Islam. Lihat bagaimana Bunda Maria dan Maria Magdalena berpakaian dalam lukisan-lukisan Kristiani.

Mungkin ada yang berpandangan bahwa itu tak lebih dari cara berpakaian wanita Timur Tengah pada saat itu. Tapi pada kenyataannya, cara berpakaian seperti ini masih diikuti beberapa komunitas Kristen modern. Di Palestina ataupun Eropa Timur, Anda akan diharapkan mengenakan kerudung ketika beribadah di gereja. Di kalangan biarawati Katolik, mengenakan pakaian tertutup juga merupakan sebuah norma ("norm").

Ketiga, ritual beribadah yang keseluruhan atau sebagian gerakannya terdiri dari berdiri, membungkuk (disebut "ruku' " dalam Islam), dan mencium tanah (disebut "sujud" dalam Islam) sudah dilakukan beberapa penganut agama-agama Abrahamik sebelum Islam. Lihat keterangan di Alkitab tentang cara berdoa Yesus di taman Getsemani, yaitu dengan berdiri lalu sujud sambil membaca doa (tanpa disertai "ruku' "). Lalu cara berdoa nabi-nabi Yahudi lainnya, seperti Yehezkiel.

Umat Yahudi Ortodoks sendiri berdoa dengan cara berdiri lalu membungkuk sambil membaca do'a. Ini dilakukan berkali-kali dan disebut sebagai Esrei Shemoneh. Umat Yahudi Kazarite bahkan memiliki gerakan ibadah yang persis sama seperti umat Islam, yaitu berdiri, membungkuk dan bersujud beberapa kali sambil membaca doa.

Jadi kalau kemudian pemeluk Kristen Ortodoks Syria memiliki gerakan ibadah yang serupa dengan sholat umat Islam, ada sejarah yang banyak tidak diketahui orang di balik itu. Gerakan sholat yang dilakukan umat Islam memang sudah lama dikenal dalam tradisi Abrahamik.

Kita tidak boleh lupa bahwa di Al-Qur'an, Allah sendiri sudah menjelaskan bahwa beberapa umat terdahulu sudah pernah menerima syariat sebagaimana yang diterima umat Islam. Oleh karena itu, ketika dikatakan bahwa Islam merupakan agama Abrahamik bersama-sama dengan Yahudi dan Kristen, sebenarnya Islam bukan hanya terikat secara sejarah dengan kedua agama tersebut. Islam juga memiliki beberapa syariat ataupun tradisi yang serupa dengan yang ada di kedua agama Abrahamik lainnya.

Ini setidaknya menunjukkan bahwa agama-agama Abrahamik memiliki sumber yang sama.

​ Wallahu a'lam bish shawaab 

1 Comment

Deretan Relief Karmawibhangga: Potret Kehidupan Jawa Abad 9-10 M

1/1/2016

0 Comments

 
Picture

Hal menyenangkan dari kunjungan saya ke Borobudur kemarin ini adalah dibukanya ruang museum yang memamerkan foto-foto relief Karmawibhangga, karena ruang ini sering ditutup.

Barangsiapa ingin melihat seperti apa pakaian berbagai tingkatan masyarakat Jawa di abad 9-10, seperti apa tempat tinggal mereka, mata pencaharian mereka, bangunan-bangunan yang mereka bangun, dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain lihatlah deretan foto-foto relief ini.

Relief Karmawibhangga berada di sekeliling lapisan candi Borobudur paling bawah. Keberadaan relief ini tidak pernah diketahui sampai lapisan terluar batu-batu candi Borobudur tingkat paling bawah dibongkar dan disusun ulang ketika candi Borobudur dipugar. Deretan relief ini akhirnya difoto sebelum ditutup kembali waktu pekerjaan pemugaran selesai.

Kenapa relief ini disembunyikan? Ada berbagai pendapat. Pendapat yg paling banyak diyakini para arkeolog adalah karena ketika pembangunan candi Borobudur dulu semakin tinggi, sekeliling bagian dasar candinya mulai tidak stabil dan terdorong keluar karena tekanan beban dari atas. Untuk melawan tekanan ini, sekeliling bagian dasar candi harus dipertebal, sehingga akhirnya deretan relief Karmawibhangga harus ditutup.

​ Kenapa deretan relief ini begitu istimewa? Karena tidak banyak relief dari masa Jawa Kuno yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Jawa di masa silam. Sebagian besar relief bercerita tentang kehidupan sang Buddha (pada candi Buddha) ataupun kisah-kisah Hindu (pada candi Hindu).

Read More
0 Comments

    TOPICS

    All
    Anthropology
    Archaeology
    Architecture
    Astronomy & Cosmology
    Biology
    Book Recommendation
    Business & Property
    Economy
    Education
    Film Recommendation
    General Science
    Geography
    Geology
    Geopolitics
    History
    Life
    Linguistics
    Others
    Philosophy
    Photography
    Place Recommendation
    Poem
    Politics
    Psychology
    Quantum Physics
    Religion
    Sociology

    RSS Feed

    MONTHS

    December 2019
    November 2019
    October 2019
    June 2019
    May 2019
    March 2019
    February 2019
    November 2018
    October 2018
    August 2018
    July 2018
    June 2018
    May 2018
    April 2018
    March 2018
    February 2018
    January 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    March 2017
    February 2017
    January 2017
    December 2016
    November 2016
    October 2016
    September 2016
    August 2016
    July 2016
    June 2016
    May 2016
    April 2016
    March 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015
    June 2015
    May 2015
    April 2015
    March 2015
    February 2015
    January 2015
    December 2014
    November 2014
    October 2014
    September 2014
    August 2014
    July 2014
    June 2014
    May 2014
    April 2014
    March 2014
    February 2014
    January 2014
    December 2013
    November 2013
    September 2013
    August 2013
    June 2013
    May 2013
    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    December 2012
    November 2012
    October 2012
    September 2012
    August 2012
    July 2012
    June 2012
    May 2012
    March 2012
    February 2012
    November 2011
    December 2009
    November 2009
    January 2009
    May 2008
    March 2008
    January 2008
    December 2007

  • Home
  • Curriculum Vitae
  • Thoughts
  • Photographs
  • Poems
  • Languages Learning
    • Indonesian Phrases
    • Persian Phrases
    • French Phrases
    • German Phrases
    • Dutch Phrases
    • Learning Materials
  • Contact